Tidak mengherankan, banyak sarjana terkemuka telah belajar di lembaga terkenal ini. Rumor mengatakan bahwa bahkan Gerbert dari Aurillac yang lebih dikenal sebagai Paus Sylvester II, pernah belajar di al-Qarawiyyin. Dan dialah yang diberi penghargaan untuk memperkenalkan angka Arab (yang kita gunakan sampai hari ini) ke seluruh Eropa.
Universitas al-Qarawiyyin adalah lembaga pendidikan pemberi gelar pertama di dunia sebagaimana diakui oleh UNESCO dan Guinness World Records. Universitas al-Qarawyyin dianggap sebagai universitas paling kuno di dunia yang masih beroperasi, mendahului universitas-universitas Eropa pertama. Tanggal acuannya adalah tahun berdirinya al-Qarawiyyin sebagai masjid.
Universitas al-Qarawiyyin masih beroperasi sampai sekarang, dan di antara hal luar biasa lainnya, universitas ini memiliki salah satu perpustakaan tertua di dunia. Perpustakaan ini berisi lebih dari 4000 manuskrip, termasuk teks abad ke-14 karya sejarawan terkenal Ibn Khaldun, Muqaddimah. Perpustakaan baru-baru ini mengalami perbaikan, dipelopori oleh arsitek wanita Aziza Chaouni, yang bekerja untuk merenovasi perpustakaan.
Baca Juga: Empat Perempuan Indonesia Memburu Pertunjukan Agung di Langit Malam
Pandangan ke depan dan komitmen Fatima, di samping kontribusi tanpa pamrihnya dalam memperjuangkan kemajuan intelektual, mengarah pada pendirian universitas yang monumental. Warisan luar biasa dari dedikasi dan upaya pemberdayaannya memang layak diterima dan merupakan sumber inspirasi bagi semua orang.
Perpustakaan al-Qarawiyyin sekarang terbuka untuk umum dan, di antara harta karun lainnya, memamerkan ijazah asli Fatima al-Fihri – di atas papan kayu. Fatima al-Fihri sendiri dianggap sebagai orang suci dan dia sangat dihormati di antara orang-orang beriman terutama di Fez.
Baca Juga: Perempuan India: Pemerkosaan Bukan Seks, Pemerkosaan Adalah Kekerasan
Peneliti Ungkap Hubungan Tanaman dan Bahasa Abui yang Terancam Punah di Pulau Alor
Source | : | DW,Manchester University Press |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR