Sedikitnya 100 warga, terutama ibu-ibu petani asal Desa Tegaldowo dan Timbrangan, Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, Minggu (22/6) masih bertahan di tenda. Lokasi tenda yang dinamai "tenda tolak semen" itu sudah seminggu mereka pasang di tepi jalan masuk ke proyek pembangunan pabrik semen di Kecamatan Bulu, Rembang.
Tenda yang didirikan di tapak pabrik dihuni ratusan warga terutama kaum perempuan, berjarak 1 kilometer dari lokasi pabrik semen PT Semen Indonesia (Tbk).
Warga melakukannya sebagai aksi menolak pabrik semen di kawasan karst Gunung Kendeng, yang nantinya melakukan penambangan dan merusak lingkungan tempat tinggal mereka. Mereka menyatakan akan terus bertahan hingga tuntutan mereka agar alat-alat berat dikeluarkan dari areal tapak pabrik semen dan pertambangan dibatalkan, terpenuhi.
"Kami sudah merasakan kerusakan lingkungan akibat penambangan skala kecil yang berlangsung puluhan tahun di sejumlah wilayah di kawasan Gunung Kendeng, Rembang; seperti Sale, Sedan, dan Sluke. Kami kehilangan kebun dan ladang serta kekurangan air akibat matinya sumber mata air," ujar warga di sekitar lokasi tenda mengenai keberatan mereka.
Fasilitas umum di sekitar tenda sangat terbatas. Beberapa anggota keluarga yang bertahan juga baru saja menyelesaikan pendirian satu tenda agak besar. Tenda itu diakui sumbangan warga asal Jakarta yang tidak mau disebut namanya.
Sejumlah warga mengatakan, mereka juga sudah seminggu tidak lagi mengurusi pertanian di ladang tadah hujan dan kebun.
Mereka memilih bertahan dalam upaya menjaga lingkungan supaya semakin tidak rusak.
Salah satunya, Sukinah (35), mengatakan, warga menolak pabrik semen karena khawatir lingkungan Gunung Kendeng makin rusak. Aksi tersebut juga didorong rasa keprihatinan akibat pihak pemda dan pemprov tidak peduli terhadap warga yang keberatan adanya penambangan karst besar-besaran.
Mereka mengakui, upaya bertahan untuk penyelamatan lingkungan hanyalah satu dari usaha penyelamatan kehidupan warga, mulai dari keberlangsungan lahan pertanian, sumber-sumber mata air, dan kehidupan warga di perdesaan.
Pendamping warga dari Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng Rembang, Mingming Lukiarti menyatakan, sebelum ada rencana pabrik semen sudah banyak penambangan, baik yang dilakukan perorangan maupun perusahaan kecil.
Warga merasakan sendiri, dalam skala kecil saja, penambangan yang menghancurkan lingkungan telah menurunkan debit air dan merusak lingkungan.
Upaya penambangan di kawasan karst Watuputih dinilai sejumlah kalangan, merupakan pelanggaran. Penggunaan kawasan Cekungan Air Tanah Watuputih sebagai areal penambangan batuan kapur untuk bahan baku semen melanggar Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Tengah Nomor 6/2010. Pasal 63 perda tersebut menetapkan areal sebagai kawasan lindung.
Sekretaris Perusahaan PT Semen Indonesia (Tbk) Agung Wiharso menegaskan, dengan adanya warga mendirikan tenda di sekitar lokasi tidak memengaruhi pembangunan pabrik semen.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR