Makhluk ini sebenarnya lebih mudah dijumpai di perairan Eropa, dan bahkan menjadi makanan pokok di beberapa negara seperti Belanda, Belgia, Portugis, Spanyol, Italia, dan Turki.
Saat penelitian hendak dilakukan pada 2017, Wulan hanya ingin memastikan paparan parasetamol di beberapa titik. Namun karena pagebluk COVID-19 terjadi, ia berencana untuk memperluas penelitiannya. Apalagi parasetamol menjadi rekomendasi perawatan, yang menyebabkan permintaan dan konsumsinya naik.
"Saya berharap bagaimana sekarang kondisinya di Teluk Jakarta, dan tentunya akan sangat menarik untuk dilihat di masa mendatang," katanya.
Baca Juga: Penemuan Dua Spesies Baru Kerang Air Tawar di Borneo yang Terancam
Penelitian seperti ini tentunya membutuhkan pendanaan yang serius untuk mengungkap data yang lebih banyak dan padat. Selain itu, karena parasetamol adalah sampah kimia yang dihasilkan manusia, maka lewat penelitian ini dan sejenisnya bisa membuka mata untuk penanganan limbah, ungkapnya.
Meski beberapa beberapa titik telah mengungkap keberadaan kontaminasi parasetamol, ia belum bisa menyimpulkan dari mana limbah itu berasal. Untuk mengungkapnya secara pasti, hal ini dibutuhkan penelitian lebih lanjut, dan tidak menutup kemungkinan para peneliti lainnya bisa mengungkap asal muasalnya.
Kedepannya, Wulan berencana untuk melihat temuan lain terkait limbah zat obat-obatan di laut, terutama kontaminasi di perairan Indonesia dari zat yang masih baru dan belum ada datanya.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR