Empat belas peserta dari Universitas Pertahanan Indonesia (UNHAN) yang terdiri dari 10 mahasiswa Fakultas Manajemen Pertahanan Program Studi Magister Ketahanan Energi dan empat pendamping mereka selama dua minggu (24 Agustus – 6 September) melakukan Kuliah Kerja Luar Negeri (KKLN) di Naval Postgraduate School (NPS) di Monterey, California, Amerika.
Walaupun isu ketahanan energi bukan merupakan hal yang baru bagi Indonesia, para peserta menyatakan banyak hal yang bisa dipelajari dari Amerika dalam hal ketahanan energi melalui KKLN itu, seperti diakui Dr. Yono Reksoprodjo, Dosen UNHAN, salah satu pendamping para mahasiswa.
Di Amerika, menurutnya, masalah ketahanan energi ditanggapi sebagai isu yang terkait dengan isu lainnya, sehingga koordinasi yang baik antara berbagai pihak adalah kunci utama kesuksesan pelaksanaan ketahanan energi, satu hal yang masih belum terjadi di Indonesia.
"Di sini kami belajar bahwa energi tidak hanya dilihat dari satu sisi, tapi ada kaitannya dengan hal-hal lain seperti lingkungan, isu mengenai air, dan konteks-konteks lain yang cukup penting. Di sini kita lihat bagaimana caranya mereka (Amerika) sharing informasi dan mencoba mendorong isu tersebut menjadi isu yang sama-sama dipahami secara konkrit. Ini menjadi sesuatu yang saya kira masih lemah di Indonesia, (yaitu) koordinasi. Di sini kita melihat bagaimana menjalin koordinasi yang baik, teknik-teknik koordinasi dari pemahaman-pemahaman berbeda," kata Dr. Yono Reksoprodjo.
Dosen yang sekaligus penasehat Panglima TNI ini memberikan contoh bagaimana upaya pembangunan geothermal sebagai energi terbarukan, di Indonesia berjalan sangat lambat, karena adanya kebijakan-kebijakan kementerian di Indonesia yang saling bertentangan. Sebaliknya, di Amerika semua pihak terkait saling berkoordinasi untuk mengatasi masalah yang dihadapi, untuk mencari jalan keluar yang nyata dan bisa diimplementasikan.
Hal lain yang juga menjadi kendala dalam masalah ketahanan energi di Indonesia adalah tidak adanya cukup anggaran. Hal ini disampaikan oleh Dr. Arsegianto, Dekan Fakultas Manajemen Pertahanan UNHAN.
"Mungkin kalau soal solusi, sebenarnya kita sudah tahulah, solusinya bagaimana. Tapi kita melihat teknologi yg mereka sudah kuasai, kita juga ingin melakukan hal yang sama. Tapi masalah yang selalu kita hadapi adalah financing, pendanaan. Mereka (Amerika) sepertinya tidak terbatas sedangkan kita sangat terbatas," kata Dr. Arsegianto.
Ia menambahkan bahwa dibanding Amerika sebenarnya Indonesia tidak memiliki masalah sumber daya manusia. Namun yang menjadikan Indonesia tertinggal dalam masalah ketahanan energi dibandingkan AS, adalah pemerintah AS yang sangat peduli terhadap masalah ketahanan energi dengan meyediakan anggaran yang cukup, hal yang masih kurang diperhatikan di Indonesia. Ia juga melihat bahwa satu hal yang cukup berbeda dalam pengelolaan sumber daya energi, di mana di Indonesia pengelolaannya dimonopoli oleh negara, sedangkan di AS diberikan sepenuhnya kepada pihak swasta.
Tubagus Muhamad Iqbal, yang merupakan ketua rombongan mahasiswa dalam KKLN itu mengharap bahwa hal-hal positif dari Amerika dalam pelaksanan ketahanan energi ini bisa dilaksanakan juga di Indonesia, demikian pula sebaliknya.
!break!"Mungkin banyak persoalan yang sebenarnya tidak terlalu prinsip itu bisa kita adopsi di Indonesia. Kita melakukannya dengan kerjasama mutual benefit, apa yang dilakukan di Indonesia bisa dilakukan di Amerika juga, sharing informasi, riset," kata Iqbal.
Harapan ini juga disambut baik oleh Dr. Daniel A. Nussbaum, kepala Masalah Energi, NPS, yang berharap bahwa ini adalah awal dari kerjasama yang lebih luas di masa depan antara NPS dan UNHAN.
"Kita berharap, bahwa kerja sama yang bermanfaat ini bisa menjadi titik awal dari kerjasama kita yang lebih luas di masa depan," kata Dr. Dan Nussbaum.
Dalam bidang pertahanan energi, ini adalah kerjasama yang pertama antara NPS dan UNHAN. Namun sebelumnya, NPS telah menjalin kerjasama dengan pemerintah Indonesia dalam program lainnya seperti program manajemen keuangan dan program berkaitan dengan hubungan antara sipil dan militer.
Penulis | : | |
Editor | : | Dini |
KOMENTAR