Puncak Gunung Agung menyeruak ke langit. Pendakian gunung ini menjadi salah satu tujuan para pendaki dan pejalan di Indonesia. (Bayu Dwi Mardana)
Melihat kontur Gunung Agung, saya hanya dapat bergumam, mengingat masa pendakian gunung pada tahun 1997. Ketika itu, saya tersengal-sengal, lantaran memburu puncaknya yang eksotis. Rupanya, kontur itu curam dan langsung menghujam ke kawasan pesisir, yang berbataskan air laut. Nah, pertanyaannya, apakah saya masih sanggup mengulangi pendakian asyik itu pada masa sekarang? (Tertarik menemani saya mendaki kembali gunung suci itu, Sahabat?)
Lepas dari Bali, pesawat saya melintasi Selat Lombok. Ingatan saya kembali ke tahun 1996. Ketika itu, saya bersama dua rekan kampus berencana mendaki titik tertinggi ketiga di Indonesia: Rinjani. Gunung api tertinggi kedua ini ada di Pulau Lombok.
Berkantong mahasiswa (yang sudah pasti bisa ditebak isinya alias cekak!), kami melakoni perjalanan heroik dari Bogor, Jawa Barat. Menumpang kereta ekonomi hingga Surabaya, bersambung kereta arah timur menuju Banyuwangi, dan lanjut terus dengan bus ke Denpasar. Dari situ, kami memilih bus ke Mataram, Lombok. Nah, dalam perjalanan itu, kami harus melintasi Selat Lombok dengan kapal penyeberangan selama enam jam. Kalau cuaca sedang buruk, gelombang selat bisa bikin kita mabuk!
Kini, selat itu saya lintasi dalam hitungan menit saja. Asyik, kan?
(Apabila ingin tahu kisah pendakian Rinjani, Yunaidi fotografer National Geographic Indonesia membagikan pengalaman pendakiannya di sini).
!break!
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR