Indonesia saat ini tengah krisis ahli epidemiologi. Padahal epidemiologi sangat penting untuk mendeteksi dan menyelesaikan berbagai masalah kesehatan, seperti masalah peningkatan kejadian gizi buruk, keracunan makanan, kecelakaan, dan berbagai penyakit menular.
"Untuk ukuran Indonesia yang memiliki jumlah penduduk 245 juta, idealnya negara kita butuh 568 ahli epidemiologi dan 9.510 asisten ahli epidemiologi," ujar Plt Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Prof. Agus Purwadianto di Bandung, Rabu (1/10).
Namun angka yang dimiliki sekarang jauh dari angka ideal. Dari kebutuhan 9.510 ahli, Indonesia hanya memiliki 357 ahli epidemiolog. Jumlah tersebut mencakup 1 ahli epidemiolog di setiap kabupaten/kota, dan 1 asisten ahli epidemilogi di setiap puskesmas.
Agus menerangkan pentingnya epidemilog. Dalam dua dasawarsa ini, Indonesia mengalami dua pandemi yaitu SARS di tahun 2002 dan influenza A atau H1N1 tahun 2009. Selain merugikan secara ekonomi, kejadian ini merugikan nyawa manusia.
"Terkendalinya kedua pandemi ini berkat penerapan pendekatan epidemiologi di tingkat global, regional, nasional, dan lokal, utamanya dalam pencegahan penularan atau pemutusan rantai penularan," tutur Agus. Karena itu, kemampuan deteksi dini penyakit menular harus dimiliki setiap negara. Hal ini dilakukan agar penyebaran penyakit menular yang berakibat pandemi bisa dicegah.
"Kami pun mendorong perguruan tinggi di Indonesia agar mempelajari epidemiologi. Sebab saat ini baru dua universitas yang mempelajarinya. Yaitu Universitas Indonesia dan Universitas Gajah Mada," imbuhnya.
Di Jabar sendiri, pemenuhan kebutuhan ahli epidemiologi baru 30 persen. Artinya dari 27 kota/kabupaten, baru 9 kota/kabupaten yang memiliki ahli epidemiologi.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR