Nationalgeographic.co.id - Pemerintah Provinsi Bali baru-baru ini mengeluarkan kebijakan yang melarang pelaku usaha untuk memproduksi, mendistribusikan, dan menyediakan air minum kemasan plastik sekali pakai di wilayah Bali.
Kebijakan ini mendapat perhatian luas karena dianggap sebagai langkah progresif dalam upaya pengendalian sampah plastik di Bali.
Namun, di sisi lain, kebijakan ini juga menimbulkan kontroversi, dengan sejumlah pihak menganggapnya sebagai refleksi dari keputusasaan pemerintah daerah terhadap sampah plastik, meski pemerintah pusat terus menggaungkan strategi daur ulang sampah plastik.
Pertanyaannya kini muncul, apakah strategi daur ulang yang telah diterapkan selama ini oleh pemerintah benar-benar gagal memberikan solusi efektif? Ataukah daur ulang selama ini hanyalah sebuah ilusi yang menunda perubahan mendasar dalam pengelolaan sampah plastik?
Solusi Palsu
Menurut Plastic Polution Coalition, daur ulang plastik adalah solusi palsu untuk pencemaran plastik. Plastic Pollution Coalition sendiri merupakan organisasi nirlaba yang bertujuan mengurangi polusi plastik. Mereka bekerja sama dengan berbagai organisasi, bisnis, dan individu di seluruh dunia.
Dijelaskan, bahwa sejak tahun 1970-an, perusahaan pembuat dan penjual plastik, pemerintah, serta beberapa organisasi, secara besar-besaran memberitahukan publik bahwa daur ulang plastik sangat penting.
Pesan-pesan tentang daur ulang telah disampaikan melalui berbagai media dan cara: kampanye iklan, simbol daur ulang yang tercetak pada produk plastik, dan banyak lainnya. Namun, meskipun ada dorongan besar untuk mendaur ulang plastik, pencemaran plastik dan dampak beracun yang ditimbulkannya terus meningkat.
Banyak bukti yang menunjukkan bahwa daur ulang plastik tidak hanya gagal memenuhi janji-janji yang diberikan, tetapi juga memperburuk pencemaran plastik. Sebaliknya, dengan fokus pada penggunaan kembali tanpa plastik, kita dapat menemukan solusi yang mengatasi pemborosan sejak sumbernya.
Bagaimana mungkin aktivitas yang selama ini kita anggap benar ternyata salah? Ternyata, plastik tidak pernah dirancang untuk didaur ulang. “Masa depan plastik ada di tempat sampah,” kata seorang eksekutif industri pengemasan dalam sebuah pertemuan industri plastik pada tahun 1956—bukan di tempat daur ulang.
Dengan kata lain, plastik dirancang untuk dibuang, meskipun proses keseluruhan dari ekstraksi bahan bakar fosil hingga pembuangan plastik di tempat pembuangan sampah, pembakaran, atau lingkungan membawa dampak besar bagi manusia dan planet ini.
Baca Juga: Fakta Ilmiah nan Memilukan di Balik Larangan Air Minum Kemasan Plastik di Bali
Source | : | Plastic Polution Coalition |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Ade S |
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.
KOMENTAR