Bukan hanya Gerhana Bulan Total biasa yang bakal terjadi Rabu (8/10) senja ini. Ada fenomena lebih langka yang berpotensi untuk diamati, yaitu selenelion.
Selenelion adalah fenomena di mana Bulan dan Matahari berada dalam posisi saling berseberangan atau berjarak 180 derajat dari sudut pandang manusia di Bumi.
Astronom amatir Ma\'rufin Sudibyo mengatakan, selenelion adalah fenomena yang secara geometris sebenarnya tidak mungkin. Pasalnya, bila Matahari dan Bulan saling berseberangan, keduanya takkan terlihat dari sudut pandang pengamat di Bumi.
Ma\'rufin mengungkapkan, selenelion bisa terlihat akibat kemampuan atmosfer tebal Bumi dalam membiaskan cahaya, membuat benda-benda langit terangkat dari posisi aktualnya.
Pembiasan membuat Bulan yang sejatinya sudah tenggelam 4 menit sebelumnya masih tampak ada di ufuk barat dalam pengamatan manusia.
"Demikian juga saat kita lihat Matahari tepat hendak terbit, sejatinya ia baru akan terbit 4 menit kemudian," katanya.
Selenelion bisa terjadi saat senja ataupun fajar. Saat selenelion senja, yang teramati adalah Bulan terbit di timur dan Matahari tenggelam di barat.
Sementara, saat fajar, selenelion yang terlihat adalah Bulan belum tenggelam di ufuk barat saat Matahari sudah terbit di ufuk timur
Nama dua dewa
Tak seperti "supermoon" yang populer, istilah selenelion tak banyak dikenal oleh kalangan publik dan astronom amatir.
Catatan William Poole berjudul "Antonie-Francois Payen, the 1666 Selenelion, and a Rediscovered Letter to Robert Hooke" mengungkap asal-usul istilah tersebut.
Dalam catatan yang dipublikasikan di The Royal Society Journal of the History of Science tahun 2007 itu, Poole mengungkap, selenelion dipopulerkan oleh Antonie-Francois Payen.
Selenelion adalah penggabungan dari dua nama dewa dalam mitologi Yunani, yaitu dewa Bulan yang bernama Selene, dan dewa Matahari yang bernama Helios.
Para astronom pada masa lalu menyebut selenelion dengan gerhana horisontal atau gerhana parallax.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR