Akses internet yang terjangkau harus jadi hak asasi manusia, karena hal itu mewakili kebebasan berpolitik dan kemakmuran ekonomi bagi banyak orang di dunia, menurut sebuah survei pada Senin (24/11).
Kebanyakan orang juga tidak ingin satu bangsa atau organisasi mana pun mengelola jaringan komputer global, untuk mencegah pemberantasan kebebasan berpendapat dan ekspresi politik.
Namun mereka terbelah tentang siapa yang harus mengelolanya.
Survei yang diadakan CIGI-Ipsos terhadap 23.000 orang di 24 negara, termasuk Indonesia itu, diungkap dalam pertemuan komisi pengelolaan internet di Ottawa, Kanada.
Diperkirakan, sepertiga populasi dunia (2,3 miliar orang) terkoneksi secara daring. (Baca lebih jauh di sini)
"Dukungan publik yang luar biasa terhadap ide bahwa akses internet harus menjadi hak asasi manusia menunjukkan betapa pentingnya internet terhadap kebebasan berpendapat, kebebasan berkelompok, komunikasi sosial dan pengetahuan baru serta peluang ekonomi dan pertumbuhan," kata Fen Hampson dari komisi tersebut.
Prinsip netralitas internet
Sementara itu, Presiden AS Barack Obama telah mendorong prinsip netralitas internet dan jaminan agar penyedia layanan internet (ISP) berlaku sama terhadap semua lalu lintas di internet.
Obama meminta dibuatnya "aturan sekuat mungkin" guna melindungi netralitas internet ini, dan menyampaikan permintaan tersebut kepada Komisi Komunikasi Federal (FCC) yang membuat peraturan baru lalu lintas internet.
Obama mendesak FCC agar melarang setiap kesepakatan yang akan memungkinkan penyedia konten membayar penyedia layanan internet untuk mengirim materi mereka lebih cepat.
Ia juga mengatakan ISP seharusnya tidak dibolehkan memblokir konten internet yang sah dari konsumen.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR