Setelah seminggu berlalu, Lois mengusulkan sebuah solusi untuk menghentikan rangkaian balas-membalas ini. Kebetulan keesokan harinya Rifa libur seminggu karena ruang kelasnya digunakan untuk ujian anak-anak Kelas 6.
"Rifa, besok kamu ikut Ayah pagi-pagi ya?" kata Lois sambil memasukkan beberapa baju dan celana Rifa ke dalam tas traveling.
"Asyik ... jalan-jalan Ma?" Rifa menyahut gembira. Kedua sudut bibirnya seolah hampir menyentuh telinganya.
"Iya .... kamu menginap di rumah Kakek. Tadi Kakek dan Nenek telepon, mereka sudah kangen banget sama anak Mama."
"Papa Mama ikut?"
"Enggak, Sayang. Kan Papa Mama kerja."
"Adik?" katanya melirik Lea yang diam-diam berdiri di ambang pintu kamar menyimak.
"Adik tinggal di rumah. Biar sama Papa Mama saja. Kan dia enggak libur."
Rifa cemberut. Ide yang tadinya begitu menyenangkan, entah kenapa, kini lebih tampak sebagai hukuman.
Keesokan harinya, malam hari menjelang tidur, sebelum Mamanya membacakan cerita, Lea bertanya, "Mama, kapan Kakak pulang?"
"Kenapa Nak? Bukannya kamu senang sekarang, tak ada Kakak?"
Sungguh mengherankan, Lea menggeleng-gelengkan kepalanya yang bulat. "Eya gambal sendili .... Jelek. Gambal Kakak bagus."
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR