Jangan protes dulu. Faktanya kita semua pengguna Facebook, baik sebatas me-like foto kucing sahabat, mengintip kabar teman sekolah lama, asyik mengomentari berita terkini; maupun sampai pada hal-hal umum yang kini bisa dilakukan di dunia maya—bertukar ucapan selamat saat hari raya, mengumumkan status pernikahan dan kelahiran bayi, menyatakan belasungkawa.
Facebook ibarat jendela kehidupan sosial bagi kita dewasa ini.
Jadi akrab pulalah kita dengan istilah "kecanduan Facebook", kebiasaan mengecek jejaring sosial ini terus-terusan dan menghabiskan waktu berjam-jam. (Baca di sini)
Apakah perilaku ini sudah termasuk penyimpangan dan betul-betul kecanduan, selama ini masih jadi perdebatan hangat. (Baca di sini)
Tapi sebuah studi baru yang ditulis di jurnal Psychological Reports: Disability and Trauma (publikasi Desember 2014) menemukan, bahwa otak orang-orang yang mengalami kecanduan jenis ini memiliki pola otak yang hampir sama dengan pola otak yang ditemukan pada pecandu narkoba. Maka mungkin kecanduan Facebook adalah sungguhan!
Desakan kompulsif untuk main Facebook
Sebagai salah satu kemungkinannya, kecanduan Facebook secara harfiah diartikan sebagai kepekaan individu untuk merespon positif desakan kuat untuk dapat berhubungan dengan situs jejaring sosial tersebut.
Mengutip dari Live Science (27/1), salah seorang penulis studi, psikolog di California State University-Fullerton Ofir Turel, menjelaskan, "Dari yang diteliti, pecandu Facebook bisa mengendalikan perilakunya, tapi seperti tidak punya motivasi untuk melakukan itu karena tidak ada dalam pikiran mereka konsekuensi sangat akut dari tindakan demikian (membuka Facebook)."
Meski demikian, peneliti mengatakan walau sistem impulsif di otak seorang pecandu Facebook kemungkinan besar berbeda (lebih aktif), namun daerah otak yang menghambat perilaku ini tampaknya masih bekerja dengan baik. Tak seperti halnya otak pecandu kokain.
Apakah kecanduan Facebook benar-benar ada? Jawabannya tentu kembali ke Anda. Untuk penelitian yang membuktikan dengan absolut, nihil.
Meski begitu, "Kecanduan media sosial kemunungkinan disebabkan oleh gabungan faktor biologis, psikologis, sosial dan budaya," ujar ahli psikologi Cecilie Schou Andreassen dari University of Bergen, Norwegia.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR