"Frobelkweekschool kemudian berkembang terus menjadi Sekolah Nijverheidschool (Kepandaian Putri)," tambahnya. Sekolah ini berfokus pada pendidikan untuk guru dalam mendidik kaum perempuan pribumi agar terampil.
"Kurikulum yang diajarkan di Sekolah van Deventer juga berupa Normalschool, sehingga lulusan dari Sekolah van Deventer dapat menjadi guru di sekolah pemerintah dan guru untuk mata pelajaran keterampilan perempuan di sekolah khusus perempuan," ungkap Mahistra.
Hal menarik dari salah satu kurikulumnya adalah mengajarkan perempuan hidup tangguh dan mandiri. "Perempuan dianggap sebagai sarana pembinaan keluarga dan tempat pelestarian budi pekerti sebagai dasar penanaman moral untuk hidup bermasyarakat sehingga dapat melepaskan hidup (mandiri) dari ketergantungan kaum laki-laki," jelasnya.
Baca Juga: Mengenal Sisi Lain Kartini Lewat 'Kotak Jahit' dan Surat-Surat yang Hilang
Utamanya di Solo, sebagai pusat peradaban Jawa, citra perempuannya di masa lampau terbatas pada kehidupan rumah tangga, sehingga kehidupannya selalu tergantung pada kaum laki-laki sebagai pencari nafkah.
"Sekolah van Deventer berupaya melampaui hal itu. Hal inilah yang mengubah citra masyarakat pribumi tradisional terhadap kaum perempuan," tambahnya. Dengan keterampilannya, mereka dapat mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri.
Baca Juga: Kisah Tak Terperi Para Kuli Hindia Belanda
"Kehadiran guru perempuan telah mengangkat harkat dan derajat kaumnya serta menjadi daya tarik bagi murid-murid perempuan untuk bersekolah," lanjut Mahistra. Hal ini menunjukkan adanya kepercayaan baru di dalam masyarakat pribumi terhadap kaum perempuan yang selama ini dikucilkan dalam lingkungan masyarakat.
"Perempuan pribumi pada saat itu merasa sangat beruntung dengan adanya Sekolah van Deventer. Setelah tamat dari sekolah itu bisa langsung bekerja sebagai guru taman kanak-kanak, guru sekolah rakyat atau guru di sekolah kepandaian putri," pungkasnya.
Guru perempuan kemudian dianggap menjadi penting perannya di wilayah Surakarta. Adab-adab dan unggah-ungguhnya dapat membentuk perempuan Jawa dalam hidup yang berbudi pekerti luhur, serta tangguh dan mandiri.
Source | : | jurnal Candrasangkala |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR