"Ini adalah pedang bermata dua bagi Indonesia dan negara-negara penghasil minyak sawit lainnya. Minyak kelapa sawit adalah ekspor utama dan berkontribusi pada stabilitas ekonomi negara-negara produsen utama, serta petani individu yang memproduksinya. Tetapi untuk memenuhi permintaan, hutan hujan dan lahan gambut - ekosistem berharga yang berkontribusi besar terhadap keanekaragaman hayati, sering diubah menjadi produksi kelapa sawit," kata Grassini.
Sekarang, sebuah proyek penelitian empat tahun yang dipimpin oleh Grassini menunjukkan bahwa memenuhi permintaan tidak selalu berarti mengubah ekosistem yang lebih berharga dan rapuh menjadi lahan pertanian. Menurut penelitian itu, hasil kelapa sawit di pertanian dan perkebunan yang ada dapat sangat meningkat dengan praktik pengelolaan yang lebih baik.
Proyek tersebut didukung oleh hibah sebesar 4 juta dollar dari Kementerian Luar Negeri Norwegia. Para peneliti dari Balai Penelitian Kelapa Sawit Indonesia, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Indonesia, dan Wageningen University di Belanda juga menjadi bagian dari proyek ini. Hasil penelitian tersebut telah dipublikasikan di jurnal bergengsi Nature Sustainability.
Baca Juga: Karena Perkebunan Sawit, Monyet Ekor Babi Alami Perubahan Perilaku
Juan Pablo Monzon, penulis utama studi mengatakan sekitar 42 persen lahan yang digunakan untuk produksi kelapa sawit di Indonesia dimiliki oleh petani kecil, dengan sisanya dikelola oleh perkebunan besar. Monzon merupakan asisten profesor peneliti agronomi dan hortikultura di University of Nebraska-Lincoln.
"Ada potensi besar untuk meningkatkan produktivitas perkebunan saat ini, terutama dalam kasus pertanian petani kecil, di mana hasil saat ini hanya setengah dari apa yang dapat dicapai," kata Monzon.
Grassini mengatakan, penelitian mereka menunjukkan bahwa petani kelapa sawit memiliki peluang yang signifikan untuk meningkatkan produksi. "Dampak potensialnya sangat besar, dan jika kita mampu mewujudkan sebagian dari potensi itu, itu sangat berarti dalam hal menyelaraskan tujuan ekonomi dan lingkungan," kata Grassini.
Peneliti Ungkap Hubungan Tanaman dan Bahasa Abui yang Terancam Punah di Pulau Alor
Source | : | Nature Sustainability,University of Nebraska-Lincoln |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR