Para peneliti mengatakan kumpulan data yang mewakili lebih dari 250 konsep kosakata dalam 98 bahasa menunjukkan akar rumpun bahasa itu mencapai 9.181 tahun yang lalu bagi para petani millet yang tinggal di wilayah Sungai Liao Barat.
Tim peneliti mengatakan inti kecil dari kata-kata warisan yang berkaitan dengan budi daya tanah, seperti "ladang", "tabur", "tanaman", dan "tumbuh", serta penyebutan millet tetapi bukan padi atau tanaman lain, mendukung hipotesis mereka.
Sementara itu, hasil analisis arkeologi tim peneliti pada cekungan Liao Barat, mengungkapkan bahwa tempat pertanian millet broomcorn yang ada di sana mulai beroperasi sekitar 9.000 tahun yang lalu.
Baca Juga: Mengapa Orang Korea Selatan Bersemangat dalam Berbahasa Indonesia?
Analisis lebih lanjut menemukan hubungan antara situs Zaman Perunggu di daerah Liao Barat dan situs Mumun di Korea dan situs Yayoi di Jepang, menunjukkan bahwa pertanian padi dan gandum telah diperkenalkan ke daerah Liaodong-Shandong sebelum menyebar ke semenanjung Korea di awal Zaman Perunggu dan dari sana ke Jepang sekitar 3.000 tahun yang lalu.
Sementara itu, analisis genetik mereka mengidentifikasi komponen genetik umum yang disebut "keturunan mirip Amur" di antara semua penutur bahasa Transeurasia. Mereka juga melaporkan adanya kumpulan genom kuno yang sama dari Korea, Kepulauan Ryukyu, dan para petani sereal awal di Jepang.
"Dengan memajukan bukti baru dari DNA kuno, penelitian kami dengan demikian menegaskan temuan baru-baru ini bahwa populasi Jepang dan Korea memiliki nenek moyang dari Sungai Liao Barat, sedangkan itu bertentangan dengan klaim sebelumnya bahwa tidak ada korelasi genetik dari keluarga penutur bahasa Transeurasia," kata para peneliti.
Source | : | Nature,South China Morning Post |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR