Indahnya keragaman penganut agama yang hidup berdampingan menunjukkan bahwa Indonesia memang negara Pancasila. Apapun agamanya, kedamaian dan toleransi menjadi hal utama.
Potret keberagaman yang terbangun kampung kecil di Dukuh Kalipuru, Desa Kalirejo, Kecamatan Singorojo, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, bisa menjadi salah satu contohnya. Dukuh kecil yang dihuni 700 orang dari 250 keluarga ini kehidupannya lebih beragam dan toleran. Dukuh itu jadi fakta penting tentang keberagaman masyarakat.
Perbedaan agama dan keyakinan yang ada ternyata tidak sekalipun menjadi masalah yang berarti. Perbedaan yang ada dikelola dengan baik hingga memunculkan rasa saling menghormati.
Empat rumah ibadah pun berdiri saling berdekatan. Masjid at-Taqwa untuk umat Islam, kemudian Gereja Kristen Jawa (GKJ) Boja untuk warga Kristen, Musholla Suwuan untuk Islam dan Pura Sita Nirmala Jati untuk Hindu.
Selain yang beragama, para penghayat kepercayaan juga hidup berdampingan dengan mereka. Menurut tokoh Kristen, Supriyanto, salah satu kunci sukses hidup berdampingan adalah dengan saling memahami. Baik anak-anak maupun orang dewasa sudah sejak kecil diajarkan toleransi beragama, pluralisme, dan saling menghormati.
"Anak-anak di sini juga tidak pernah diajarkan mereka saling menghina satu agama dengan agama lain. Ketika sang anak sudah keluar dari SD melihat perbedaan yang ada di luar desa, mereka sudah tuntas duluan," ujar Supriyanto.
Kepala Desa Kalirejo, Marsudi berpendapat yang sama. Agama dan kepercayaan yang diyakini masyarakat Kalipuru memberikan arahan bertindak yang baik. Keyakinan agama mampu jadi salah satu sarana untuk rem dan kontrol pada perbuatan yang tidak baik.
Marsudi menjelaskan, keluarganya juga memiliki pluralitas yang tinggi. Mereka tetap rukun, karena jalinan kerukunan dibangun sejak keluarga.
"Keluarga punya peran penting," kata dia.
Kesepakatan
Untuk menjaga kerukunan, warga Kalipuru membuat sebuah kesepakatan, namun tidak tertulis. Kesepakatan dimaksud adalah penghormatan.
"Jika ada persoalan akan diselesaikan dengan jalan kedewasaan. Kami tidak menerbitkan peraturan desa, karena itu nanti bisa jadi kontroversi, biarlah berjalan sebagaimana adanya. Sudah ada kesepakatan secara adat," tambahnya.
Tokoh agama Hindu Dukuh Kalipuru, Ponidjan (63) sependapat dengan dua tokoh desa tersebut. Baginya, ajaran agama Hindu yang dianutnya saat ini sangat cocok untuk dipraktikkan dalam toleransi kehidupan. Hidup selama puluhan tahun dengan warga desa juga membentuk perilaku hidup beragama, khususnya dalam menjaga kedamaian.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR