“Tiba-tiba aku merasakan kesepian menyelubungi dirku,sementara garis pantai menghilang di kejauhan.Aku sendiri saat itu seolah-olah sebuah kapal anpa kemudi yang dihanyutkan arus menuju masa depan yang tak menentu”,ucap K’tut Tantri dalam perjalananya ke Singapura dalam misi melindungi kemerdekaan Indonesia.
Dalam usaha mempertahankan kemerdekaanya,pemerintah Indonesia berupaya mengirim utusanya ke luar negeri untuk menyebarluaskan kondisi Indonesia yang pada saat itu baru merdeka sehingga masih lemah,ditambah pula dengan pihak Belanda yang meinginkan kembali Indonesia sehingga agresi militer bukanlah hal yang tidak mungkin dilakukan kembali oleh tentara Belanda.
Salah satu negara tujuan yang hendak dimintai pertolongan oleh Indonesia adalah Australia,alasanya Australia merupakan salah satu negara besar pada saat itu dan lokasinya cukup dekat dengan Indonesia.
Utusan yang Indonesia kirim untuk ke Australia adalah seorang perempuan berkebangsaan Amerika Serikat yang membantu Indonesia pergerakan Indonesia dalam meraih kemerdekaan bernama Muriel Stuart Walker atau lebih dikenal dengan nama khas Balinya,K’tut Tantri.
K’tut menulis kisahnya selama di Indonesia dalam autobiografinya yang berjudul Revolt In Paradise.Dari pertama kali kedatanganya di Bali,perjuanganya dalam mendukung kemerdekaan Indonesia, hingga pengalaman ikut andil dalam misi-misi rahasia untuk membantu Indonesia mempertahankan kemerdekaan.
Namun sebelum berangkat ke Australia,K’tut terlebih dahulu harus ke Singapura karena ia harus mengumpulkan beberapa dokumen penting yang kemudian akan ia bawa bersama dirinya ke Australia.
Indonesia sebenarnya bisa-bisa saja mencari bantuan dengan komunikasi jarak jauh menggunakan radio,namun Belanda selalu menanggu frekuensi radio Indonesia sehingga menyiarkan kabar pada dunia luar merupakan sesuatu yang mustahil dilakukan dengan kondisi tersebut.
Perlu diingat pula pada masa itu perairan Indonesia sedang di blokade oleh Belanda yang ingin menjajah Indonesia kembali,apabila pergerakan K’tut diketahui Belanda maka nyawa bisa menjadi taruhan baginya.
Berbekal sebuah kapal jenis tongkang bernama Lok On yang dipimpin oleh kapten kapal berkebangsaan Inggris dan nahkoda kapal dari Ambon,K’tut berangkat dari pelabuhan Tegal ke Singapura.
Pada awalnya perjalanan dijalani dengan mudah,namun kemudian kontak dengan kapal Belanda hampir terjadi,maneuver-manuver untuk bersembunyi dari pengelihatan Belanda tak jarang dilakukan.
“Sekali itu kami bersembunyi di balik tebing karang yang mencuat.Berjam-jam kami menunggu,sementara kapal perang itu tidak henti-hentinya hilir-mudik.Beberapa kali Kapten menyatakan kekhawatiranya”,ucap K’tut dalam autobiografinya.
Selain kapal Belanda,ganasnya laut juga dapat masalah,medan seperti Selat Bangka dapat menjadi bahaya bagi mereka.Namun dengan ketangkasan dan sifat tak mudah gentar sang kapten,mereka dapat mengatasi itu semua.
Setelah beberapa hari di lautan,Semenanjung Malaya mulai membayang dari mata kepala.”Tiba-tiba aku baru sadar,bahwa kami sudah berhasil melakukan tindakan yang nyaris mustahil,menembus blokade Belanda”,ucap K’tut setelah berhasil sampai di Singapura dalam autobiografinya.
Tak lama setelah mencapai Singapura,K’tut kemudian dijemput oleh seorang pemuda Tiongkok yang akan membantu menyeludupkan K’tut ke Singapura.Pemuda itu sejatinya keponakan orang terkaya di Singapura,namun demi kepentingan penyamaran,ia mengenakan seragam perwira kapal dagang.
Ia kemudian berhasil mendarat di Singapura,namun keberadaanya diketahui media massa sehingga tak ada pilihan baginya untuk menyerahkan diri kepada pihak yang berwajib.Namun beruntungnya,pihak CID (Criminal Investigation Department) Singapura memberikan K’tut izin untuk tinggal sementara di Singapura sampai ia selesai mengurus dokumen-dokumen yang ia harus bawa ke tujuan berikutnya,Australia.
Selama waktunya mengurus dokumen-dokumen di Singapura,K’tut kemudian beretemu dengan seorang Konsul Mesir bernama Mohammad Abdul Mun’im,ia tertahan di Singapura saat hendak ke Yogyakarta.Konsul Mesir ini ditugaskan dari kedutaan besar Mesir di Bombay untuk menyampaikan dokumen resmi pengakuan Mesir akan kemerdekaan Republik Indonesia.K’tut kemudian membawanya ke ibu kota negara sementara kala itu,Yogyakarta, dengan bantuan seorang pilot pesawat asal Amerika Serikat bernama Bob Freeberg.
Keesokan harinya,Konsul Mesir itu kembali ke Singapura lalu melanjutkan perjalanan ke New Delhi, bersama rombongan pembesar Republik Indonesia pada kala itu.Sedangkan K’tut sendiri meneruskan misinya ke Australia dan setelah itu melanjutkan perjalananya ke Australia.
Penulis | : | |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
KOMENTAR