Nationalgeographic.co.id—Sebuah tim ilmuwan internasional telah menemukan cara yang inovatif untuk mempelajari gen racun hewan. Teknik ini memungkinkan mereka untuk menentukan produksi racun yang unik dari berbagai macam hewan berbisa yang hampir tidak pernah dipelajari sebelumnya.
Sekelompok ilmuwan dari VU Amsterdam dan Universitas Porto, yang terkait dengan Pusat Keanekaragaman Hayati Naturalis dan Universitas Leiden, telah menerbitkan hasil penelitian mereka dalam jurnal Plos One pada 18 November 2021 yang diberi judul A non-lethal method for studying scorpion venom gland transcriptomes, with a review of potentially suitable taxa to which it can be applied. Dalam studi tersebut mereka telah berhasil menemukan cetak biru protein dalam racun kalajengking. Cetak biru ini mencerminkan dengan tepat gen mana yang aktif dalam produksi racun.
Teknik yang digunakan disebut transkriptomik. Ini adalah metode di mana pola ekspresi gen dapat diperiksa. Teknik ini memungkinkan para peneliti untuk mengamati gen mana yang aktif selama produksi racun. Apa yang membuat pendekatan ini unik adalah bahwa teknik ini telah berhasil diterapkan untuk pertama kalinya pada racun yang sebenarnya, bukan pada jaringan kelenjar racun. Artinya, hewan tidak perlu lagi dikorbankan untuk mempelajari ekspresi gen kelenjar racun. Metode ini menawarkan banyak kemungkinan baru untuk penelitian racun.
Racun ‘venom’ adalah racun yang akan bekerja hanya jika Anda tergigit, tergores, ataupun terinjeksi oleh pembawa racun tersebut, misalnya saja beberapa jenis hewan yang memiliki racun venom di antaranya yang paling sering ditemukan adalah jenis kalajengking, ular, dan laba-laba. Dalam penelitian ini para ilmuwan menggunakan spesies kalajengking Heterometris sp., yang biasa disebut kalajengking hutan Asia. Sengatan kalajengking hitam Heterometris spinifer, dapat menyebabkan nyeri lokal yang hebat, meskipun belum pernah dilaporkan menyebabkan komplikasi kardiovaskular yang mematikan.
“Berkat teknik ini, kami dapat dengan tepat melihat gen mana yang aktif pada berbagai momen selama produksi racun. Cuplikan ini menawarkan kemungkinan pertama untuk mempelajari bagaimana berbagai pengaruh, seperti nutrisi, musim, dan usia, memengaruhi produksi racun pada satu individu.” kata Freek Vonk, profesor di VU dan peneliti di Naturalis, seperti yang dilaporkan Tech Explorist.
Ini berarti bahwa sekarang mungkin untuk menyelidiki variasi mana yang ada dalam racun dan faktor mana yang dapat memengaruhi variasi ini.
“Setiap racun mengandung puluhan hingga lebih dari ratusan zat berbisa yang berbeda, juga disebut toksin, yang diproduksi oleh kelenjar racun. Setelah digigit atau disengat, ini dapat memiliki efek toksik pada berbagai sistem, seperti ujung saraf atau sirkulasi darah,” jelas Vonk.
Baca Juga: Peneliti Temukan Pohon yang Memiliki Racun Seperti Kalajengking
Mátyás Bittenbinder, ahli racun dan Ph.D. mahasiswa di Naturalis dan VU, berkata, “Hewan berbisa menghasilkan racun dengan cara yang berbeda. Beberapa hewan, seperti ular dan lipan, memiliki sel penghasil racun yang mengeluarkan racun mereka ke ruang penyimpanan di kelenjar racun dalam vesikel kecil, yang menghasilkan racun yang relatif 'bersih'.”
Ia pun menambahkan, “Hewan lain, seperti kalajengking, membiarkan sel kelenjar racun mereka terpotong-potong atau bahkan benar-benar hancur di ruang penyimpanan racun dan karena itu menghasilkan racun yang mengandung banyak sel yang tersisa. Sisa-sisa sel itu mengandung zat di mana kita dapat melakukan transkriptomik, yaitu memetakan gen mana yang diaktifkan untuk menghasilkan protein mana yang terkait.”
Baca Juga: Selidik Pemanfaatan Racun Alami Untuk Menuntaskan Pengobatan
“Cara produksi racun mungkin menjelaskan mengapa teknik baru ini tidak berhasil pada ular,” jelas Arie van der Meijden. Dia adalah seorang peneliti di Universitas Porto dan penemu pendekatan inovatif.
“Sebaliknya, teknik sekarang memungkinkan untuk mempelajari variasi racun dalam sejumlah besar hewan berbisa yang hampir tidak pernah, sama sekali, telah dipelajari, seperti kalajengking, ikan, dan bahkan platipus.” tuturnya.
Selain itu, metode ini juga jauh lebih mudah, lebih murni, dan lebih spesifik daripada teknik yang digunakan sebelumnya untuk penelitian racun. “Sebagai hasil dari ini, kita dapat melakukan penelitian yang lebih baik tentang bagaimana hewan menghasilkan racun. Dan itu sangat berguna; racun dalam bisanya merupakan sumber penting untuk menemukan obat baru yang potensial, seperti obat untuk mengobati penyakit kardiovaskular misalnya.” Van der Meijden menekankan.
Baca Juga: Mengenal Enam Racun Paling Mematikan di Dunia
Source | : | techexplorist.com |
Penulis | : | Wawan Setiawan |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR