Berdasarkan pantauan satelit NOAA-18, terdapat 1.692 titik panas (hotspot) di Kalimantan. Angka tersebut terpantau pada periode 1 Januari hingga 9 Agustus 2015. Dari jumlah tersebut, 616 titik atau sekitar 36 persen terjadi di Kalimantan Barat.
Curah hujan yang mulai menurun sejak awal Juli 2015 berakibat meningkatnya jumlah hotspot hingga 230 titik di wilayah Kalimantan Barat. Data dari berbagai lembaga riset dunia dan badan meteorologi beberapa negara menyatakan bahwa sejak Juni 2015 iklim dunia sedang diwarnai fenomena El Nino.
Fenomena tersebut mengakibatkan berkurangnya curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia. "Dengan memperhatikan kondisi tersebut, diprediksi kondisi atmosfer untuk wilayah Kalimantan pada umumnya dan Kalbar khususnya diperkirakan akan kering," ujar J Tambunan, Direktur Tanggap Darurat BNPB, Selasa (11/8).
Sejak awal Juli 2015, di wilayah Kalimantan Barat pada umumnya sudah terjadi anomali kering. Kondisi tersebut mengakibatkan curah hujan yang sangat kecil sehingga berdampak pada peningkatan jumlah hotspot.
Diperkirakan, kondisi kering ini masih berlangsung hingga beberapa bulan ke depan, seiring dengan masuknya musim kemarau. Upaya meminimalisasi jumlah hotspot pun mulai dilakukan, salah satunya dengan cara membuat hujan buatan.
Penyerapan teknologi modifikasi cuaca (TMC) tersebut sebagai bagian dari sinergitas BNPB dengan UPT Hujan Buatan-BPPT serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
"Berdasarkan pengalaman tahun sebelumnya, periode bulan Agustus-Oktober 2014 terjadi bencana kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di wilayah Kalbar. Untuk itu, belajar dari pengalaman tersebut, operasi TMC dilakukan untuk meminimalisasi dampak jumlah hotspot yang cenderung mengalami peningkatan," kata Tambunan.
Kepala UPT Hujan Buatan-BPPT Heru Widodo mengatakan, hujan yang terjadi hasil modifikasi cuaca diharapkan bisa mengisi penampungan air, penyerapan pembasahan tanah, dan memadamkan sejumlah hotspot yang ada di Kalbar.
Selain itu, membantu menipiskan kabut asap sehingga meningkatkan jarak pandang yang kerap mengganggu kesehatan dan penerbangan. "Diharapkan dengan adanya modifikasi ini bisa menambah curah hujan dan mengurangi intensitas pada daerah tertentu, sehingga bisa meminimalkan bencana alam yang disebabkan oleh iklim dan cuaca dengan memanfaatkan parameter cuaca di wilayah Kalimantan Barat," kata Heru.
Jika melihat pada regulasi, peranan TMC untuk mitigasi bencana kebakaran lahan dan hutan (Karhutla) tertuang dalam Instruksi Presiden RI Nomor 16 Tahun 2011 tentang Peningkatan Pengendalian Kebakaran Hutan Dan Lahan.
Pelaksanaan operasi TMC di Kalbar rencananya akan berlangsung selama dua bulan dengan posko utama di Lanud Supadio. Selain itu, untuk membantu pengamatan dan kondisi awan wilayah target, BPPT akan menempatkan personel di dua lokasi pos Pengamatan Meteorologi di daerah Sekadau dan Teraju.
Penulis | : | |
Editor | : | Aris |
KOMENTAR