"Pendidikan bangsa (Indonesia) tidak mengedepankan arogansi (sikap congkak karena berilmu), tetapi menghasilkan pribadi yang baik yang mampu memuliakan manusia yang lain," ungkap Sjafei dalam tulisan Isnaini.
Prinsip pemikiran ini kemudian menjadi konsep yang dibawa oleh Muhammad Sjafei untuk mendirikan sekolah. Bersama dengan Marah Sutan dan Rahman, mereka sepakat untuk mendirikan Indonesisch Nederlandsche School (INS) di Kayutanam.
INS berdiri pada tanggal 31 Oktober 1926 di desa terpencil, Kayutanam, Padang Pariaman, Sumatera Barat. "INS telah mempraktikan Community Oriented Project yang menjadi asas bagi kurikulum modern di Indonesia," tulis Setya Raharja.
Ia menulis dalam Jurnal Manajemen Pendidikan, berjudul Penyelenggaraan Pendidikan Indonesia Nederlandsche School (INS) di kayutanam dalam Perspektif Pendidikan Humanis-Religius, publikasi tahun 2008.
"INS bertujuan untuk mendidik rakyat ke arah kemerdekaan, merupakan landasan keyakinan Sjafe’i untuk mendirikan INS," tulisnya.
Baca Juga: Sekolah Van Deventer, Jejak Lahirnya Guru-guru Perempuan di Surakarta
"Kurikulum INS dirancang untuk mencetak para pendidik yang mampu mengajarkan anak-anaknya untuk hidup secara mandiri, beridir tegak, tidak pernah menggantungkan seumur hidupnya kepada pemerintah," tambahnya.
Melalui keterampilan yang ia dapat dari Belanda dan ia praktikan saat menjadi aktivis di Indonesisch Vereeniging, menjadi modal penting bagi Sjafei untuk mengajarkan muridnya (calon guru), berwirausaha secara terampil dengan keterampilan tangannya.
Konsep pemikiran 'pendidikan kerajinan tangan' yang diusung oleh Sjafei, pada hakekatnya ia dapatkan dari ayah angkatnya, Marah Sutan. "Minat kerajinan dan kemauan kerja sebagai orang merdeka, ditanamkan, bukan sebagai kuli atau tenaga kerja," tulis Hera.
Hera Hastuti dalam jurnal ISTORIA, menjelaskan tentang INS yang menjadi cikal bakal pendidikan modern di Indonesia. Ia menulis dalam jurnalnya berjudul Mohammad Sjafe'i dan Konsepsi Pemikiran Pendidikan Ruang Pendidik INS Kayutanam, publikasi tahun 2020.
"Filosofinya tentang pendidikan yang menghandalkan keterampilan tangan, tidak hanya berguna bagi jiwa produktif, melainkan mampu memupuk watak yang baik sebagai pribadi yang unggul," tambahnya.
"Sjafei menamainya sebagai pendidikan kreatif. Pendidikan kreativitas lebih mendorong dan merangsang siswa untuk menjadi pribadi yang kreatif, inovatif dan mempunyai daya saing," pungkasnya.
Sjafei memahami bahwa setiap anak dilahirkan dengan bakat serta watak yang berbeda-beda, namun pendidikan kreatif akan menemukan pembelajarnya yang terampil dan menjadi produktif sesuai pada kemampuan dan bakatnya.
Ketangkasannya dalam dunia pendidikan dengan mampu menciptakan para guru bumiputera, Sjafei berhasil mewujudkan generasi yang tidak lagi terdidik, namun juga mampu mendidik.
Baca Juga: Dewi Sartika, Guru yang Membangun Citra Perempuan Lewat Pendidikan
Source | : | jurnal ISTORIA,Jurnal Manajemen Pendidikan |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR