Tingkat konsumsi alkohol wanita semakin menyaingi jumlah yang dikonsumsi oleh pria di Amerika Serikat, menurut sebuah studi terbaru.
Jurnal Alcoholism: Clinical and Experimental Research, peneliti dari Institut Nasional Penyalahgunaan Alkohol dan Alkoholisme (NIAAA), bagian dari National Institutes of Health, menuliskan jika perempuan tampaknya menutup kesenjangan pada laki-laki.
"Kami menemukan bahwa selama beberapa periode waktu, perbedaan langkah-langkah seperti konsumsi saat ini, jumlah konsumsi alkohol harian per bulan, gangguan dari konsumsi alkohol, dan mengemudi di bawah pengaruh alkohol pada tahun lalu, menyempitkan kesenjangan antara perempuan dan laki-laki,"kata Aaron White, penasehat ilmiah senior NIAAA. "Pria masih mengkonsumsi lebih banyak alkohol, tetapi perbedaan antara laki-laki dan perempuan berkurang."
Untuk penelitian ini, White melihat data dari survei nasional tahunan yang dilakukan antara tahun 2002 dan 2012.
Ia menemukan bahwa persentase orang yang mengkonsumsi alkohol dalam 30 hari terakhir telah meningkat untuk perempuan dari 44,9 persen menjadi 48,3 persen.
Sementara itu, angka untuk pria menurun dari 57,4 persen menjadi 56,1 persen.
Jumlah "konsumsi alkohol harian" untuk perempuan naik dari 6,8 hari per bulan menjadi 7,3 hari per bulan. Jumlah untuk pria menurun dari 9,9 hari menjadi 9,5 hari, menurut penelitian ini.
Direktur NIAAA, George F. Koob mengatakan temuan ini menjadi fokus, ia menambahkan bahwa perempuan berada pada risiko yang lebih besar daripada laki-laki dari berbagai efek kesehatan yang berhubungan dengan alkohol, termasuk peradangan hati, penyakit jantung, dan kanker neurotoksisitas.
Studi ini menunjukkan peningkatan yang signifikan pada pesta minuman keras oleh perempuan berusia 18 – 25 tahun yang tidak duduk di bangku perguruan tinggi, namun terjadi penurunan yang signifikan pada laki-laki. Bagi mereka yang duduk di perguruan tinggi, tidak ada peningkatan pesta minuman keras baik laki-laki atau perempuan.
Para peneliti mengatakan mereka masih belum dapat mengidentifikasi alasan perempuan mempersempit kesenjangan tersebut, tetapi pekerjaan, kehamilan, atau status perkawinan, tampaknya bukan menjadi faktor tersebut.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR