Menurut Climate Change Specialist Asian Development Bank (ADB), Michael Rattinger, dalam perkembangannya, saat ini setidaknya 600 juta penduduk dihadapkan pada masalah karena tinggal di perkotaan.
Umumnya, perkotaan mengalami masalah kemacetan karena mobilitas yang terus meningkat. Salah satu solusi yang paling memungkinkan adalah pembangunan infrastruktur.
"Perkotaan memiliki masalah besar, tetapi juga kesempatan. Sebagian besar kota masih membutuhkan infrastruktur untuk dibangun," ujar Michael saat seminar bertajuk "Sustainable Infrastructure: Financing Smart City Development" di Hotel Crowne Plaza, Jakarta, pada Kamis (28/1/2016).
Infrastruktur ini, kata Michael, yang akan mengakomodasi penduduk yang tinggal di kota berkembang. Terlepas karena tingginya kebutuhan mobilitas, infrastruktur sendiri, sangat berpengaruh terhadap iklim.
Pentingnya membangun infrastruktur yang ramah lingkungan, akan berdampak pada kualitas penduduk. Membangun infrastruktur hijau memang membutuhkan biaya yang lebih besar dibanding infrastrukut biasa.
Namun, efek jangka panjangnya bisa lebih serius. Di sisi lain, infrastruktur hijau akan lebih berkelanjutan dan tahan lama dalam pengoperasiannya.
"Saat kita harus mengulang pembangunan menjadi infrastruktur yang cerdas, itu jauh lebih mahal," kata Michael.
Infrastruktur yang berkelanjutan, lanjut dia, tidak hanya dilihat dari sisi ekologis, tetapi juga sosial dan ekonomi. Infrastruktur juga harus memberikan akses masyarakat terhadap pekerjaan, fasilitas, kesehatan, dan kesempatan lainnya yang bisa mengubah kehidupan mereka menjadi lebih baik. Dalam hal ini, infrastruktur bisa menyediakan mobilisasi, telekomunikasi ataupun energi.
"Ini adalah tentang mencari solusi bagaimana infrastruktur dapat menyediakan kehidupan lebih baik. Jika pemerintah dan stakeholder lain bekerja maksimal, masyarakat bisa mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki hidup mereka," tandas Michael.
Penulis | : | |
Editor | : | Irfan Hasuki |
KOMENTAR