Kawasan perairan di Laut Selatan Jawa saat ini sudah mulai mengalami pemutihan (bleaching) terumbu karang yang diikuti oleh kawasan perairan di sekitar Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Kondisi itu terjadi, karena saat ini terjadi peningkatan suhu di perairan lepas yang menandai dimulainya musim Super El Nino.
Ahli Peneliti Utama Bidang Terumbu Karang Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof. Dr. Soeharsono menjelaskan, terjadinya bleaching karena suhu air mengalami peningkatan hingga 2 sampai 3 derajat di atas normal.
“Dengan kenaikan suhu seperti itu, sudah cukup untuk membunuh (terumbu) karang di sejumlah kawasan perairan. Kenapa bisa terjadi? Karena memang kita adalah daerah tropis yang suhunya relatif stabil dan tidak pernah berubah,” ujar dia kepada Mongabay, akhir pekan lalu disela-sela acara pemaparan soal update terumbu karang dalam rangkaian pameran tentang perubahan iklim Indonesian Climate Change Education Forum and Expo (ICCEFE) yang digelar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta.
Karena suhu di air yang selalu stabil, menurut Soeharsono, saat ada perubahan suhu sedikit saja, stabilitasnya akan terganggu. Kemudian, efek yang timbul adalah terancamnya terumbu-terumbu karang yang adai seluruh perairan di Indonesia.
“Indonesia ini kan negara terumbu karang, bisa dibilang ibukotanya di dunia, tapi dengan adanya Super El Nino, maka ancamannya sangat tinggi. Ini yang sedang kita tangani bersama,” ungkap dia.
Akan tetapi, walau saat ini sudah terjadi pemutihan terumbu karang, Soeharsono memastikan bahwa pihaknya hingga saat ini masih berusaha memetakan kondisi lebih riil dan faktual. Hal itu, karena biasanya Super El Nino itu terjadi mulai April sampai Agustus.
“Kita masih pantau, apakah El Nino ini ada atau tidak. Jika lewat dari Agustus tidak ada, ya berarti tidak akan ada. Karena biasanya pada waktu-waktu tersebut Super El Nino itu,” sebut dia.
Sifat Adaptif
Ancaman yang saat ini sedang mengintai terumbu-terumbu karang di seluruh Indonesia, menurut Soeharsono memang harus menjadi perhatian semua pihak. Karena, jika tidak ada penanganan yang tepat, maka potensi kehilangan terumbu karang dengan jumlah banyak sangat mungkin terjadi.
“Tapi, memang ini bencana. Yang namanya bencana, itu hampir-hampir tidak bisa dimitigasi ataupun dicegah,” jelas dia.
Tetapi, walau tidak bisa dicegah, Soeharsono mengatakan, dia mendapatkan fakta bahwa saat ini terumbu karang yang ada di Indonesia sudah memiliki sifat adaptif terhadap perubahan suhu air akibat El Nino. Sifat tersebut mulai muncul, setelah Indonesia dilanda bencana serupa pada 1982, 1997, 1998, dan 2010.!break!
“Walau demikian, jangan abaikan juga penanganan yang baik, adaptif itu hanya mengurangi dampak negatif saja. Tetapi, resikonya masih tetap ada dan masih tinggi,” tutur dia.
Menurut Soeharsono, jika kawasan perairan kondisi tutupannya masih baik, maka dampak negatif dari perubahan suhu akibat El Nino, adalah hanya mengalami kerusakan saja. Tetapi, jika kondisinya sudah tinggal 30 persen atau bahkan tinggal 15 persen, maka itu pasti akan terjadi bleaching.
“Paling parah, nantinya akan terjadi knockdown. Artinya, itu akan hilang (terumbu karang) semua. Jadi, terumbu karang akan mati,” papar dia.
Soeharsono mencontohkan, proses bleaching yang terjadi saat ini di wilayah perairan Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, terjadi hanya sebatas di permukaan air saja. Sementara, di bawah permukaan hingga kedalaman 5 meter lebih, kondisinya masih baik.
Namun, menurut dia, kondisi itu bisa terbantu karena kawasan perairan itu adalah Selat Bali yang di bawahnya menjadi pertemuan arus deras dari dua perairan. Adapun, kawasan yang dimaksud itu, lokasinya di sekitar Pelabuhan Ketapang yang meluas sekitar 10 kilometer.
Waspada 6 Bulan
Sementara itu Sekretaris Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Agus Dermawan, walau saat ini belum terlalu parah dampak buruknya, namun pihaknya tetap memantau dengan sangat ketat selama masa 3 hingga 6 bulan ke depan.
Agus mengatakan, masa-masa tersebut mendapat perhatian ketat, karena memang potensi terjadinya bleaching akan ada di masa tersebut. Untuk itu, pihaknya sengaja membentuk tim khusus untuk menangani kasus bleaching terumbu karang.
“Kita sangat pantau, karena terumbu karang itu masuk dalam kawasan konservasi yang sedang kita lakukan. Jika terumbu karang mati, maka itu akan memengaruhi kondisi ekosistem di sekitarnya. Itu sangat berbahaya,” ucap dia.
“Ini tidak hanya dialami oleh Indonesia, tapi juga dunia. Apa yang harus kita lakukan sekarang? Bagaimana kita mencegah seminimal mungkin tidak ada intervensi kerusakan lebih, akibat dari perubahan iklim ini,” tandas dia.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR