"Selamat pagi Kakak," sapa beberapa anak berseragam yang berdiri di balik pagar ketika kami melewati mereka. Seulas senyum lebar menghiasi wajah anak-anak berusia belasan tahun itu. Mereka adalah siswa-siswi SMPN 4 Satu Atap Pulau Komodo. Sekolah ini terletak di di Desa Komodo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.
Siang itu, dalam rangkaian penjelajahan Inspirasi Pendidikan Negeri, tim National Geographic Indonesia dan Samsung Indonesia mendapat kesempatan untuk berkunjung ke satu-satunya sekolah menengah yang ada di Pulau Komodo tersebut.
Sekolah itu tak seberapa besar. Hanya ada tiga ruang kelas dan sebuah ruangan lain yang difungsikan sebagai kantor sekaligus perpustakaan. Di samping perpustakaan, terdapat sepetak halaman yang biasa digunakan para siswa untuk bermain takraw.
Baca juga: Gua Batu Cermin, Jejak Kehidupan Bawah Laut nan Abadi
Di sekolah ini terdapat empat rombongan belajar, namun karena ruang kelas hanya ada tiga, pihak sekolah menyiasatinya dengan cara berikut: setiap kelas kecuali kelas tiga, harus belajar di luar ruangan secara bergiliran.
"Senin-Selasa giliran kelas 1, Rabu-Kamis kelas 2 A dan Jumat-Sabtu kelas 2 B," ujar Rahma, guru Bahasa Indonesia di sekolah itu.
“Biarpun jauh, kami tetap ingin sekolah, Kak! Kami harus lanjut sekolah!”
Mereka belajar di bawah naungan sepokok pohon yang tumbuh di halaman sekolah. Tak ada kursi. Apalagi meja. Anak-anak itu memanfaatkan apa saja: kayu, batu atau sebilah papan untuk alas duduk. Sebidang papan tulis yang sudah mengelupas pinggirnya, disandarkan pada pokok pohon dengan diganjal batu. Minimnya fasilitas tak lantas membuat anak-anak pulau ini patah semangat. Bagi mereka, keterbatasan bukan alasan untuk berhenti mengejar asa.
Ketika tim mengeluarkan perangkat Samsung Virtual Reality, anak-anak itu sangat antusias untuk menjajalnya. Melalui perangkat tersebut, mereka dapat menyaksikan video 360 tentang Jakarta yang memang telah disiapkan oleh tim sebelum memulai penjelajahan ini. Sebagian besar dari mereka takjub ketika melihat banyaknya gedung-gedung nan menjulang di Ibukota.
Minat baca tinggi
Di dalam ruang perpustakaan, beberapa anak tampak begitu tekun menekuri buku bacaan di hadapan mereka. Salah satu diantaranya menggumamkan kalimat-kalimat Bahasa Inggris dengan suara lirih. Saya menunggu hingga ia menyelesaikan bacaan untuk menyapanya.
“Barusan baca buku apa?” tanya saya pada anak laki-laki itu.
“Buku dongeng, Kak,” jawabnya.
Selama beberapa menit, saya berbincang dengan beberapa anak yang ada di ruang perpustakaan tersebut. Anak-anak yang saya tanyai mengungkapkan bahwa mereka sangat menyukai buku-buku dongeng. Apalagi, jika dilengkapi dengan teks Bahasa Inggris.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR