Seekor hiu zebra yang hidup di penangkaran mengalami “kelahiran perawan”. Hiu zebra bernama Leonie ini berhasil menetaskan tiga telurnya meski tidak ada hiu jantan di sekitarnya selama kurang lebih tiga tahun.
Ini bukan pertama kalinya hiu zebra (Stegostoma fasciatum) mengalami “kelahiran perawan”, tetapi ini merupakan pertama kalinya para ilmuwan menyaksikan fenomena tersebut terjadi pada hiu yang.. ehm.. bukan lagi perawan.
Sebelumnya, Leoni pernah menghasilkan anak setelah kawin dengan hiu jantan di akuarium Reef HQ di Townsville, Queensland. Pada 2012, ia dipindahkan pada tangki akuarium berbeda tanpa hiu jantan.
Di tangki barunya, Leonie tetap bertelur, tak peduli telur-telur tersebut dibuahi atau tidak. Namun setelah tiga tahun dipisahkan dari pejantan, para ilmuwan dikejutkan oleh menetasnya beberapa telur Leoni.
Meskipun perubahan reproduksi seksual menjadi partenogenesis—reproduksi tanpa pembuahan—pada hiu merupakan yang pertama kali diketahui, fenomena semacam ini sudah pernah diamati pada pari elang dan boa pelangi kolombia.
Awalnya, para ilmuwan menduga pembuahan pada telur-telur Leoni terjadi karena adanya simpanan sperma. Tetapi asumsi tersebut terpatahkan ketika hasil pengujian lebih lanjut mengungkap bahwa anak-anak hiu tersebut minim keragaman genetik. Dengan kata lain, mereka kemungkinan besar keturunan dari satu orang tua, bukan dua.
Upaya bertahan hidup
Para ilmuwan tidak tahu pasti mengapa hiu dan hewan-hewan lain yang normalnya harus kawin untuk bereproduksi, terkadang bisa hamil tiba-tiba tanpa melewati proses kawin. Menurut Kevin Feldheim, salah satu penulis studi tentang partenogenesis pada hiu yang diterbitkan dalam Journal of Heredity pada 2010 silam, perilaku tersebut kemungkinan merupakan respon atas absennya partner reproduksi.
“Kami pikir, hal itu terjadi karena betina terisolasi dari pejantan,” kata Feldheim.
Menurutnya, fenomena ini justru menimbulkan satu pertanyaan menarik: Apakah keturunan hasil partenogenesis menjadi individu yang subur?
“Sebuah studi menemukan bahwa hiu yang dihasilkan melalui partenogenesis akan bereproduksi secara aseksual juga,” ungkapnya.
Memiliki keturunan dengan keragaman genetik yang minim sebenarnya tidak ideal, tetapi Feldheim berpendapat bahwa mungkin inilah upaya terakhir yang dilakukan oleh betina untuk bereproduksi.
“Jika hiu betina mendiami area yang jarang ada pejantan, atau bahkan tidak ada, partenogenesis merupakan satu-satunya cara baginya untuk mewariskan gen-gennya,” ujar Feldheim.
Meskipun para ilmuwan tidak mengetahui secara pasti seberapa umum partenogenesis terjadi di antara spesies yang seharusnya bereproduksi melalui fertilisasi, Feldheim mengatakan bahwa partenogenesis tidak terjadi di antara mamalia.
Jadi setidaknya, kita bisa bernafas lega.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR