"Sekarang infrastruktur mulai mengejar—dan mungkin bagian dari metaverse dapa dikirimkan," ujarnya. "Ada banyak data untuk dikirim di metaverse, dan itu harus sampai ke banyak orang secara global." Infrastruktur tergantung kebutuhan masing-masing metaverse yang menunjang peralatan seperti konektivitas, dan server cloud yang lebih luas.
Kelly juga berpendapat demikian, metaverse diharapkan bisa jadi ajang keterbukaan, memperluas kemungkinan kehidupan, dan kepraktisan sebenarnya. Jika tidak dapat memenuhi kebutuhan ini, seperti yang terjadi pada dunia virtual lainnya, "beberapa atau banyak dari metavese yang sekarang sedang dibangun akan berakhir sebagai kota hantu."
Benford melanjutkan, banyak skeptis terhadap visi metaverse, terutama saat pagebluk COVID-19 yang menganggapnya seperti dunia untuk bekerja secara hibrida. Tak semua kantor dan pegawai bisa melakukan pekerjaan semacam ini, walau mungkin bisa dioptimalkan secara teknis seperti grafis dan kualitas panggilan video.
"Keunggulan yang jelas bagi saya adalah dalam hiburan dan bersosialisasi—hal-hal yang ingin Anda lakukan di mana Anda bergaul dengan orang-orang yang tidak berada di dekatnya," kata Benford di News Scientist. "Sejumlah dari kita sekarang menyadari bawha Anda dapat melakukan hal-hal bermanfaat dengan teman dan keluarga jarak jauh secara daring."
Tapi metaverse juga memiliki sisi yang harus dikritisi. David Reid, doktor AI dan ahli komputasi spasal di Liverpool Hope University, Inggris, menyampaikan metaverse seperti Meta berisiko lebih parah dalam masalah yang sudah ada di media sosial dan internet secara drastis, seperti privasi dan perundungan siber.
Baca Juga: Benarkah Bahwa Facebook Abaikan Kesehatan Mental Pengguna Remajanya?
"Metaverse memiliki implikasi besar—ia akan datang dengan keuntungan yang fantastis dan bahaya yang menakutkan. Dan kita membutuhkan sistem yang sangat kuat untuk mengawasi metaverse" kata Reid dalam rilis Liverpool Hope University.
"Orang-orang khawatir tentang pengaruh Twitter terhadap politik saat ini. Tetapi dalam lingkungan yang benar-benar imersif, seberapa besar pengaruh yang dapat Anda punya kepada seseorang, ketika Anda dapat membawa seseorang ke zona perang dan menunjukkan kepada mereka apa yang sebenarnya terjadi?"
"Demikian juga, seberapa berbahayanya tumpukan media sosial, atau intimidasi daring, menjadi metaverse? Saya berpendapat itu memiliki potensi untuk menjadi jauh, jauh lebih ekstrem. Pengalaman mendalam bisa menjadi sangat emosional," lanjutnya.
Ia menekankan, yang mengkhawatirkan dari perkembangan metaverse adalah batas kabur antara virtual dan realitas. Siapapun yang menjadi penguasa realitas ini dapat mencapai akses jumlah data yang belum pernah ada sebelumnya. Akibatnya, tidak terelakkan, akan adanya penguasaan kekuatan untuk mengendalikannya atas segala realitas yang kita punya.
Baca Juga: Teknologi Perjalanan Waktu, Mungkinkah Kelak Dapat Terwujud?
Source | : | Business Insider,The Verge,news scienctist |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR