Penulis: Shela Kusumaningtyas
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan bahwa Jakarta berpotensi terus menerus terdampak gempa dari patahan di sekitarnya.
Untuk itu, pemerintah DKI Jakarta diminta kesiapannya supaya dampak bencana tersebut bisa lebih ditekan. Mitigasi bencana perlu dilakukan.
Hal ini disampaikan Dwikorita Karnawati, Kepala BMKG Pusat dalam acara diskusi antara BMKG dengan Wakil Gubernur DKI Jakarta di Jakarta, pada Rabu (28/2/2018).
Baca juga: Bukan Ilyushin 62M, Kim Jong Un Gunakan Pesawat Lain ke Singapura
"Apapun kajian para pakar, gempa masih akan terus terjadi di ibu kota. Namun yang belum bisa dipastikan adalah kapan gempa itu terjadi dan berapa kekuatannya" kata Dwikorita.
"Persepsi Jakarta aman gempa keliru. Gempa Lebak dengan magnitudo 6,1 pada 23 Januari 2018, getarannya juga dirasakan di Jakarta. Intensitasnya saja mencapai V-VI MMI," imbuhnya.
Menurut Dwikorita, Gempa bersumber dari patahan di sekitar jakarta bisa berkisar antara magnitudo 6 hingga 8,7. Sumber gempa bukan hanya sesar daratan tetapi juga subduksi di lautan.
Jakarta juga bisa terdampak megathrust selatan Jawa yang berpotensi terjadi. "Gempa efek Lebak yang lalu, itu baru 1/10 dari kekuatan gempa yang diperkirakan magnitudonya 8,7 SR. Bagaimana kalau gempa megathrust?" ungkapnya.
Baca juga: Diserang Nazi, Raja Inggris Sembunyikan Mahkota Dalam Kaleng Biskuit
Peneliti gempa BMKG, Daryono, mengatakan bahwa jika gempa megathrust selatan Jawa terjadi, guncangan akibat gempa di jakarta bisa mencapai 7 MMI.
"Itu berarti berpotensi merusak," katanya. Besarnya guncangan salah satunya dipengaruhi oleh tanah lunak di Jakarta.
Di tanah lunak, gelombang gempa teramplifikasi. Akibatnya guncangannya lebih tinggi. Dwikorita bukan bermaksud menakuti-nakuti melainkan mengimbau pemerintah DKI Jakarta mulai memikirkan langkah antisipasi dampak bencana gempa kelak.
Ia mencontohkan gempa-gempa yang terjadi di kota besar dunia seperti Los Angeles, San Fransisco, dan California.
Daerah tersebut sudah sigap dan siap menghadapi gempa besar sejak 10 tahun sebelum gempa melanda. DKI Jakarta bisa meniru langkah luar negeri seperti memastikan konstruksi bangunan tahan gempa.
Setidaknya bangunan yang berdiri tidak langsung rubuh dalam sekali waktu saat gempa. Ia menambahkan, bangunan yang ada di Jakarta perlu memenuhi aspek evakuasi seperti adanya tempat berlindung dan jalur evakuasi yang jelas.
Baca juga: Mungkinkah Oksigen di Bumi Tercipta Tanpa Proses Fotosintesis?
Dengan demikian mayarakat tidak terlalu panik saat getaran gempa terasa. "Apabila bangunan sudah telanjur terbangun, pemerintah harus memeriksa jalur evakuasinya. Apakah sudah tersedia belum?
Di sini kita mengambil sikap meski kepastian besarnya gempa belum jelas," imbuhnya.
BMKG mendesak ada langkah nyata dan tegas dari pemerintah. Pemerintah harus mulai memperketat regulasi terhadap bangunan yang berdiri, harus dilengkapi sarana tanggap gempa.
Artikel ini sudah pernah tayang pada Kompas.com. Baca artikel sumber.
Peneliti Ungkap Hubungan Tanaman dan Bahasa Abui yang Terancam Punah di Pulau Alor
Source | : | National Geographic Indonesia |
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | dian prawitasari |
KOMENTAR