Nationalgeographic.co.id - Para ilmuwan telah melaporkan Gletser Thwaites di Antarktika Barat yang luasnya setara Provinsi Kalimantan Timur, meleleh dengan cepat. Pencairan itu diikuti dengan temuan retakan yang mengkhawatirkan mereka di kaki gletser yang rentan dan dapat menyebabkan sekitar empat persen kenaikan permukaan laut global.
Para ilmuwan melaporkan di American Geophysical Union (AGU) pada pertemuan 16 Desember 2021. Perlahan, es gletser itu meluncur ke tepian es dan mengembang selebar 45 kilometer di laut. Sementara lapisan yang ada saat ini membentuk celah baru yang terdeteksi di permukaan dan bagian bawahnya yang diperkirakan akan pecah sekitar lima tahun mendatang.
Kemudian diperparah dengan proses pelemahan lapisan es dari air laut yang lebih hangat di bawah lapisan tersebut. Para ilmuwan telah mendeteksi bagian ini lewat kapal selam robot. Gletser Thwaiter akan mencair di daratan Antarktika setelah dihangatkan oleh air yang dilaporkan 9 April 2021 di jurnal Oceanography.
Erin Pettit dari Oregon State University dan penulis utama makalah dalam forum itu mengatakan, terdapat percepatan pergerakan es di sepanjang rekahan berdasarkan pantauan satelit. Menurutnya, hasil pantauan dan rekahan ini sangat dramatis karena akan menyebabkan rangkaian patahan diagonal yang hampir menjangkau seluruh rak es.
Rak es itu ibarat kaca depan dengan serangkaian retakan yang perlahan terbuka, ujarnya. "Itu seperti, saya harus membeli kaca depan baru. Dan suatu hari, dor!—ada jutaan retakan lain di sana," lanjut Pettit.
Mereka melanjutkan, jika lapisan es pecah maka sebagian besar gletser yang ada sekarang tertahan kemungkinan akan bergerak lebih cepat. Kasus terburuknya, Thwaites bagian ini dapat tiga kali lipat lebih cepat untuk meningkatkan kontribusi gletser ke permukana laut global dalam jangka pendek menjadi lima persen, tambah Pettit.
Baca Juga: Kehidupan Tak Terduga Ditemukan Jauh di Bawah Lapisan Es Antarktika
Melansir Science, ahli glasiologi di University of Massachusetts Robert DeConto memandang pencairan ini dapat menyebabkan hilangnya seluruh lapisan es di Antarktika Barat, kemudian mengakibatkan 3,3 meter kenaikan permukaan laut global.
"Itu akan jadi perubahan global," ujarnya. "Garis pantai kita akan terlihat berbeda dari luar angkasa." Air laut itu terlalu hangat untuk lapisan es ini sehingga "es berbasis laut ini tidak akan kembali"
Ekspedisi International Thwaites Glacier Collaboration (ITGC) sudah 70 tahun mengamati gletser itu oleh para ilmuwan yang dianai Amerika Serikat dan Inggris. Pada 2019, mereka mendirikan kamp sementara di tengah lapisan es yang tebalnya 300 meter.
Sementara ada pula kamp hulu di dekat garis landasan dimana gletser terlepas dari Antarktika. Britney Schmidt, ilmuwan planet dari Georgia Institute of Technology bersama tim menggali lubang bor dan mengirim alat yang disebut Icefin untuk masuk ke bawah lapisan es sampai ke laut.
Schmidt yang terlibat dalam penulisan di pertemuan AGU itu bercerita, penggunaan itu survei dengan menavigasi Icefin ke titik dimana es dan batu bertemu. Para peneliti mendapati air di garis landasan itu sendiri sudah mencapai satu atau dua derajat Celsius, atau sudah berada di atas titik beku.
Icefin juga memindai bagian bawah es dan menemukan sebuah lembah. Berdasarkan suhu air, lembah ini bisa menciptakan turbulensi yang membuat air hangat ditarik dan makin dalam.
Sedang Pettit bersama timnya yang berada di tengah lapisan es dengan radar penembus tanah, mencoba membuat gambaran bagian bawah es. Pettit menyampaikan, timnya terkejut menemukan bagian bawah itu tidak datar dan halus, tetapi terukir jadi serangkaian lembah terbalik sedalam 50 meter.
Dia menguraikan lapisan es ini mengalami tanda-tanda tekanan yang menyebabkan ngarai-ngarai ini terbentuk. Ada pula patahan-patahan telah terbentuk di puncak setiap lembah itu yang "sedang menunggu untuk diaktifkan dengan cara baru," ujar Pettit.
September 2021, para peneliti di jurnal the Cryosphere, membuat model komputer dari pengamatan-pengamatan ini. Penelitian yang dipimpin Douglas Benn dari School of Geography and Sustainable Development, University of St Andrews, Inggris, menunjukkan adanya retakan permukaan yang luas selama lima tahun terakhir. Retakan ini membantu es menipis dan mencairkannya hingga mengalir ke lepas pantai.
"Hasil kami menunjukkan mekanisme ketiga, kegagalan yang dipicu oleh tekanan balik, yang dapat terjadi saat saat es retak sebagai respons terhadap tekanan yang terkait dengan titik penjepit," tulis mereka.
Titik penjepit ini sangat penting agar lapisan es bisa stabil, tetapi karena lapisan es menipis dan melemahkan konsentrasi tegangan bali pada es yang rusak di bagian hulu titik penjepitnya, bisa berakibat pada kehancuran, lanjut Benn dan tim.
Kesimpulannya, Pettit kata Pettit, beberapa waktu ke depan para peneliti akan dapat menyaksikan saat rak es besar itu hancur, terutama di dekat perkemahan yang berjarak tiga kilometer dari celah retakan.
Lapisan ini menjadi peringatan bahwa Thwaites dan seluruh lapisan es di Antarktika barat dapat mengalami kehancuran yang signifikan dalam beberapa dekad, terutama saat emisi karbon tidak kunjung turun, urainya. "Kita akan mulai melihat beberapa dari itu sebelum saya meninggal."
Baca Juga: Tempat Berkembang Biak Ikan Terbesar Dunia. Hampir Seluas Kota Serang
Source | : | Science,Science Advances |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR