Nationalgeographic.co.id—Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa suatu perubahan yang sangat besar dalam setiap lini kehidupan. Terjadi suatu perubahan yang menyeluruh dan sampai pada akar-akarnya, inialah yang disebut era disrupsi.
Berbagai rintangan harus dihadapi oleh para kaum milenial dengan rupa berbeda dari generasi-generasi sebelumnya. Atas hal tersebut, perlu diperhatikan dampaknya terhadap kesejahteraan psikologis kaum milenial ini.
Dalam Jurnal Philanthrophi yang dilakukan oleh Hari Slamet Trianto, Christiana Hari Soetjiningsih, dan Adi Setiawan, mengungkap faktor- faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologi kaum milenial.
Ide awal dari penelitian ini adalah melihat fenomena perubahan zaman yang terjadi secara cepat dan terus menerus. Beriringan dengan hal itu sudah barang tentu menjadi suatu tantangan bagi para generasi milenial untuk menghadapinya.
Kita ketahui bahwa saat ini milenial merupakan generasi produktif yang akan menjadi soko guru dari negara Indonesia. Apabila generasi tersebut tidak dapat diandalkan, artinya masa depan bangsa Indonesia akan berada dalam bahaya. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat menjadi suatu peluang bagi kaum milenial, namun di sisi lain hal ini juga dapat menjadi ancaman
“Jangan sampai dengan adanya tantangan ini para milenial malah nantinya tidak dapat beradaptasi dan menjadi boomerang yang akan membuat dirinya kesulitan.” Tulis peneliti dalam jurnal tersebut.
Salah satu cara yang dapat dilakukan agar milenial dapat meningkatkan adapsinya yaitu dengan peningkatan kesejahteraan psikologi. Kesejahteraan psikologi memiliki kaitan yang erat dengan perkembangan dari manusia itu sendiri.
Penelitian dilakukan kepada 10 kaum milenial dengan latar belakang yang berbeda. Mereka menemukan bahwa ada lima faktor yang mempengaruhi kesejahteraan kaum milenial. Kelima faktor tersebut adalah hubungan sosial, pasangan hidup, religiusitas. kemapuan finansial, dan keluarga,
Faktor hubungan sosial menjadi salah satu hal yang berperan dalam membentuk kesejahteraan psikologi para milenial ini. Dalam wawancara yang dilakukan peneliti, partisipan mengaku menggunakan kehidupan sosialnya untuk sosialisai dan melepas kepenatan dalam kehidupan mereka. Temuan ini sekaligus membuktikan kebenaran teori Scollon & King mengenai pengaruh lingkungan sosial dengan kesejahteraan psikologis.
Baca Juga: Menelisik Kehidupan Remaja Yunani Kuno, Pendidikan hingga Kawin Paksa
Faktor selanjutnya yang ditemukan adalah mengenai pasangan hidup. Salah satu kekhawatiran para partisipan adalah mereka tidak akan diakui satatus sosialnya apabila tidak memiliki pasangan hidup.
“Faktor pasangan hidup menjadi salah satu faktor yang dapat membentuk kesejahteraan psikologis. Hal ini dikarenakan sebagian partisipan merasa tidak aman atau khawatir mengenai faktor ini. Apabila faktor ini telah teratasi maka mereka pun dapat merasakan kesejahteraan.” Tulis peneliti.
Saat menggali pasangan hidup, peneliti menemukan bahwa faktor religius sangat erat kaitanya dengan pasangan hidup. Doktrin keagamaan yang melakat pada partisipan menjadi latar belakang mereka dalam menentukan pasangan hidup.
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR