Dengan tegas, Ana mempersilakan penulis biografi untuk membangun selera narasi tinggi dengan dua syarat, tidak berbohong kepada khalayak dan menyampaikan ekspresinya. Penyajian eskpresi tokoh ini perlu melihat ranah privat tokohnya.
Jadi, tanggung jawab penulis biografi adalah narasi yang dihadirkan untuk tokoh yang ditulisnya dan khalayak pembaca.
Masa lalu punya banyak misteri. Secara teknis, biografi dibuat karena seseorang yang siap mengungkap masa lalunya dengan meminta kepada orang lain sebagai penulis biografi.
Masalahnya, tidak semua orang yang punya kisah mau melakukannya, sehingga penulis biografi harus mencari hal yang mendorongnya untuk menuturkan kisah. "Untuk itu, diperlukan teknik mengumpulkan fakta yang canggih," tukas Ana.
Maka, kecanggihan teknis yang dimiliki kalangan wartawan adalah jurnalisme investigasi. Ketika fakta terkumpul, wartawan harus menjahitnya dari latar belakang riwayat dan prosesnya untuk menciptakan kisah. Inilah batas bawah jurnalisme untuk penulisan biografi, terangnya.
"Bagi jurnalisme," ucap Ana dalam catatan terakhir dalam pidatonya, "tujuan akhir sebuah biografi adalah menyampaikan wacana yang terkandung dalam diri tokoh yang dikisahkan. Wacana si tokoh itu menjadi sama pentingnya dengan kualitas narasi. "Dari sekian banyak wacana yang ditampilkan biografi, tentu ada wacana utama yang harus ditangkap oleh khalayak."
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR