Nationalgeographic.co.id—Selama lebih dari 450 tahun, pemukim Norse dari Skandinavia tinggal di wilayah Greenland selatan, mereka juga berkembang pesat di sana. Kemudian, mereka menghilang. Hilangnya mereka secara misterius di abad ke-14 telah dikaitkan dengan segala hal mulai dari suhu yang turun drastis, pengelolaan lahan yang buruk hingga wabah dan serangan bajak laut.
Kini, para peneliti yang dipimpin oleh University of Massachusetts Amherst telah menemukan faktor tambahan lainnya yang mungkin membantu menyegel nasib para pemukim saat itu, yaitu kekeringan. Hasil penelitian mereka telah dipublikasikan di jurnal Science Advances pada 23 Maret 2022 berjudul Prolonged drying trend coincident with the demise of Norse settlement in southern Greenland.
Bangsa Viking menyerbu, berdagang, dan akhirnya membentuk pemukiman Norse di seluruh Eropa barat laut, termasuk di Islandia. Menurut legenda Islandia, seorang penjelajah bernama Erik si Merah kemudian berlayar ke barat sekitar tahun 985 M dan mendirikan dua pemukiman di Greenland selatan. Pada puncaknya, sekitar 3.000 petani Norse memelihara sapi, domba, dan kambing di pulau tersebut.
Dalam studi baru ini, Boyang Zhao, ahli paleoklimatologi di University of Massachusetts, Amherst, bersama dengan rekannya melakukan analisis lumpur dari dasar danau di Greenland selatan untuk mencari petunjuk tentang iklim yang dialami oleh pemukim Norse selama waktu mereka di sana, antara sekitar 985 dan 1450 M. Danau itu terletak di dalam salah satu dari dua pemukiman (Pemukiman Timur), di dekat sekelompok reruntuhan batu yang dulunya adalah rumah orang Norse dan juga kandang sapi.
Ketika orang Norse menetap di Greenland pada apa yang mereka sebut Pemukiman Timur, mereka berkembang dengan membersihkan tanah semak dan menanam rumput sebagai padang rumput untuk ternak mereka. Populasi Pemukiman Timur mencapai puncaknya sekitar 3.000 jiwa, tetapi runtuh cukup cepat sekitar 400 tahun kemudian.
Selama beberapa dekade, para antropolog, sejarawan, dan ilmuwan mengira kematian Pemukiman Timur disebabkan oleh permulaan Zaman Es Kecil, yaitu periode cuaca yang sangat dingin, khususnya di Atlantik Utara, yang membuat kehidupan pertanian di Greenland tidak dapat dipertahankan lagi.
Namun, sebagaimana yang dilaporkan Eurekalert, Profesor Geosains Universitas terkemuka di UMass Amherst, Raymont Bradley, yang juga salah satu penulis studi ini menegaskan, “Sebelum penelitian ini, tidak ada data dari situs sebenarnya dari pemukiman Viking. Dan itu masalah. Sebaliknya, data inti es yang digunakan penelitian sebelumnya untuk merekonstruksi suhu historis di Greenland diambil dari lokasi yang lebih dari 1.000 kilometer ke utara dan ketinggian lebih dari 2.000 meter.”
“Kami ingin mempelajari bagaimana iklim bervariasi di dekat peternakan Norse itu sendiri,” kata Bradley. Dan ketika mereka melakukannya, hasilnya mengejutkan.
Selama tiga tahun, tim telah mengumpulkan sampel sedimen dari danau, yang merupakan rekor berkelanjutan selama 2.000 tahun terakhir. "Tidak ada yang benar-benar mempelajari lokasi ini sebelumnya," tutur Zhao.
Tahun lalu, tim menemukan biokimia bakteri di danau berubah sebagai respons terhadap suhu. Untuk studi baru, mereka mengekstrak sisa-sisa mikroba yang sudah lama mati dari lapisan lumpur di dasar danau, yang mereka tanggali dengan radiokarbon. Dengan melacak perubahan kimia bakteri dari waktu ke waktu, mereka merekonstruksi suhu masa lalu.
Source | : | eurekalert |
Penulis | : | Wawan Setiawan |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR