Nationalgeographic.co.id—Praktik ibu tidak menyusui sepertinya telah umum terjadi di zaman modern. Sebagian karena kesibukan sang ibu dan ketersediaan susu formula dan makanan pengganti Air Susu Ibu (ASI). Tapi ternyata, praktik serupa telah terjadi jauh sebelum itu, studi baru dari University of Western Ontario menunjukan bahwa ibu yang sibuk di Belanda tidak banyak atau bahkan hampir tidak menyusui bayinya pada abad ke-19.
Studi tersebut menunjukan bahwa kehidupan pedesaan di Belanda pada abad ke-19 memiliki tingkat menyusui yang sangat rendah. Laporan studi tersebut telah dipublikasikan di jurnal akses terbuka PLOS ONE dengan judul "Isotopic reconstruction of short to absent breastfeeding in a 19th century rural Dutch community" baru-baru ini.
Seperti diketahui, pemberian makanan buatan atau susu formula pada bayi -sebagai lawan dari menyusui, dianggap sebagai praktik yang cukup modern. Praktik tersebut sebelumnya dianggap jarang dilakukan sebelum munculnya alternatif yang tersedia secara komersial untuk menggantikan ASI.
Namun, studi ini menunjukan praktik tersebut telah mengakar di masa lalu. Populasi masa lalu di Eropa telah menemukan bahwa praktik menyusui dapat bervariasi secara signifikan dengan variasi budaya regional.
Pada penelitian ini, para peneliti memeriksa desa peternakan sapi perah abad ke-19 di Belanda untuk mengeksplorasi faktor-faktor yang terkait dengan tingkat menyusui yang lebih rendah. Bukti praktik menyusui meninggalkan bekasnya di tulang bayi dalam bentuk perubahan rasio isotop karbon dan nitrogen yang stabil.
Dalam penelitian ini, para peneliti menguji tanda-tanda isotop pada jenazah 277 individu, termasuk hampir 90 bayi dan anak-anak, dari Beemster, Belanda Utara. Penelitian ini mengeksplorasi faktor-faktor yang berkontribusi pada periode pendek hingga tidak adanya praktik menyusui di Belanda pra-modern.
Hasilnya, para peneliti menemukan sedikit atau tidak ada bukti menyusui pada jenazah 90 bayi dan anak-anak dari Beemster, Belanda Utara. Beberapa bayi memang memiliki bukti isotop untuk menyusui, tapi kemungkinan durasinya pendek atau sumber protein yang didapatkan sedikit. Dari hanya beberapa minggu hingga beberapa bulan, kemudian bayi mulai diberi susu sapi dan gula.
Temuan tersebut mengejutkan, mengingat bahwa komunitas ini menunjukkan ciri-ciri yang umumnya diasosiasikan dengan komunitas menyusui pada waktu itu. Seperti populasi Protestan dengan status sosial ekonomi sedang, dan ibu-ibu yang umumnya bekerja di dalam atau di dekat rumah.
Para peneliti menduga bahwa beban kerja yang tinggi dan persediaan susu sapi yang siap pakai sebagai sumber makanan bayi alternatif merupakan faktor penting yang berkontribusi terhadap rendahnya tingkat menyusui ini. Karena bukti lain menunjukkan bahwa ibu-ibu di Beemster abad ke-19 umumnya bekerja sebagai peternak sapi perah.
Andrea L. Waters-Rist, peneliti utama mengatakan, makanan buatan pada bayi bukan hanya fenomena baru-baru ini. "Wanita peternak sapi perah dari Belanda abad ke-19 memilih untuk tidak menyusui, atau menyapih bayi mereka pada usia muda, karena ketersediaan susu sapi segar dan tingginya permintaan tenaga kerja wanita," kata Water-Rist dalam rilis media Public Library of Science.
Source | : | PLOS ONE,Public Library of Science |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR