Nationalgeographic.co.id—Sudah puluhan tahun sejak kucing-kucing di sepanjang pantai selatan Jepang mulai mengeluarkan busa di mulutnya, mencakar diri mereka sendiri dan, dalam keadaan buta, menceburkan diri ke laut.
Penduduk lansia di Minamata masih menceritakan kisah-kisah ngeri nan nyata akan kesaksian orang tua dan anak-anak mereka, meninggal karena kematian yang menyiksa akibat keracunan merkuri.
"Selama bertahun-tahun, Jepang telah mencoba untuk melalui kengerian yang membuat nama Minamata identik dengan bencana industri," tulis David E. Sanger kepada New York Times.
Sanger menulis dalam artikelnya yang berjudul "Japan and the Mercury-Poisoned Sea: A Reckoning That Won't Go Away" yang dipublikasi pada 16 Januari 1991.
Dalam sejarah, era kebangkitan industri Jepang setelah Perang Dunia II, ditandai dengan kisah tentang Chisso Corporation membuang berton-ton merkuri ke salah satu daerah penangkapan ikan terkaya di Jepang.
Nahasnya, hampir satu dekade dan merenggut sebanyak 1.000 jiwa korban tewas, Pemerintah baru mengambil tindakan yang signifikan, yang sebelumnya hampir tidak pernah dibahas.
Kengerian terus berlanjut melihat nasib dari bayi-bayi di Jepang yang mengalami gejala aneh, dan dunia kedokteran sibuk mendalami gejala-gejala yang diderita para bayi di sana.
"Tangan dan kaki bayi itu menjadi sedingin es, bengkak, dan merah. Dagingnya terbelah, menyerupai tomat pucat yang kulitnya dikupas dari buahnya," tulis Lydia Kang dan Nate Pedersen.
Lydia dan Nate menulis sebuah buku yang direview oleh Science Friday berjudul "The ‘Murderous’ Medical Practice Of The 18th Century". Review bukunya dipublikasi pada 1 Maret 2018.
Para bayi itu telah kehilangan berat badannya, menangis dengan marah, dan mencakar dirinya sendiri karena rasa gatal yang hebat, bahkan merobek kulit mulusnya hingga terkelupas dan menganga.
Apabila mereka dapat bertahan hidup sampai dengan usia dewasa, ibunya akan menyebut mereka gila, duduk di ranjangnya, membenturkan kepalanya dengan tangannya, mengacak-acak rambutnya, berteriak, dan dengan kejam mencakar siapa pun yang mendekatinya.
Source | : | Science Friday |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR