Peta Arab diterbitkan pada 1662 dalam Atlas Maior oleh Joan Blaeu (1598-1673). Meskipun tampaknya diukir secara khusus untuk atlas ini, gambar tersebut mirip dengan peta sebelumnya yang diterbitkan oleh Willem Jansz. Blaeu (1571-1638) pada tahun 1608.
Nationalgeographic.co.id—Semenanjung Arab adalah persimpangan migrasi utama ketika manusia dan kerabat hominin kita mulai meninggalkan Afrika. Bukti arkeologi dan rekonstruksi iklim mengungkapkan episode ketika manusia purba menghuni Arabia.
Sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa Jazirah Arab merupakan wilayah yang subur pada 400.000 tahun lalu. Hasil penelitian ini menetapkan wilayah Jazirah Arabia utara sebagai jalur migrasi penting dalam sejarah manusia.
Para peneliti arkeologi dan paleontologi dari Griffith University dan Max Planck Institute for Chemical Ecology berupaya mengungkap jalur migrasi ini. Mereka bekerja sama dengan para peneliti dari Kementerian Kebudayaan Arab Saudi di Gurun Nefud. Judul kajiannya, Traces of a series of human dispersals through Arabia, yang terbit di Nature pada 1 September 2021.
Simpulannya, peningkatan curah hujan itu telah menciptakan kondisi yang memungkinkan penyebaran manusia purba ke Asia. Situasi iklim itu mengubah wilayah gurun menjadi padang rumput yang subur, kemudian manusia purba mulai mengisi daerah tersebut.
Penelitian Griffith University dan Max Planck Institute for Chemical Ecology tersebut memperkaya hasil penelitian sekitar satu dekade sebelumnya.
Penelitian sebelumnya tentang jalur migrasi manusia dari Afrika ke Arabia telah dimulai oleh tim IBM dan Genographic Project. Mereka menemukan bukti yang mendukung jalur selatan migrasi manusia, yaitu dari Afrika lewat Selat Bab al Mandab sebelum bergerak menuju utara.
“Sejarah evolusi menunjukkan bahwa populasi manusia mungkin berasal di Afrika, dan Genographic Project, survei yang paling luas soal data genetik populasi manusia hingga kini, menunjukkan ke mana mereka pergi berikutnya... Manusia modern bermigrasi keluar dari Afrika melalui rute selatan lewat Arab, daripada rute utara lewat Mesir,” menurut pernyataan yang dirilis oleh IBM.
National Geographic dan konsorsium ilmiah Genographic Project IBM mengembangkan metode analisis baru. Penelitian ini mencari jejak hubungan antara urutan genetik dari pola rekombinasi–proses dari molekul-molekul DNA yang rusak dan bergabung kembali untuk membentuk pasangan baru.
Sembilan puluh sembilan persen dari genom manusia berjalan melalui proses pengocokan DNA yang dikirim dari satu generasi ke generasi berikutnya. Berbagai daerah genomik dalam penelitian tersebut sebagian besar belum diselidiki untuk memahami sejarah migrasi manusia.
Dengan melihat kesamaan pola rekombinasi DNA yang telah diteruskan kepada populasi berbeda, para ilmuwan Genographic mengkonfirmasi bahwa Afrika merupakan populasi yang paling beragam di dunia. Keragaman garis keturunan di luar Afrika adalah bagian dari benua ini.
Perbedaan sejarah genetik umum antarpopulasi menunjukkan bahwa kelompok Eurasia lebih mirip dengan populasi dari India selatan. Temuan ini mendukung rute selatan migrasi dari Afrika melalui Selat Bab al Mandab di Arab sebelum bergerak menuju utara. Hal ini menunjukkan peran khusus Asia Selatan dalam ekspansi manusia modern yang “keluar dari Afrika.”
Ajay Royyuru, manajer senior di Pusat Biologi Komputasi IBM mengatakan, fakta menunjukkan bahwa keragaman genetik di India bagian selatan lebih dekat ke Afrika daripada Eropa. Ini menunjukkan bahwa bidang-bidang riset seperti arkeologi dan antropologi harus mencari bukti tambahan pada rute migrasi manusia purba untuk lebih mengeksplorasi teori ini.
Laxmi Parida, seorang peneliti IBM, mendefinisikan pendekatan komputasi baru dalam sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Biologi Molekuler dan Evolusi mengatakan, "Hampir 99 persen dari susunan genetik individu adalah lapisan cetakan genetik dari garis keturunan banyak individu. Tantangan kita adalah apakah itu layak bagi suatu garis keturunan untuk memahami kesamaannya. Melalui pendekatan analisis dan model matematika, kita melakukan tugas rumit merekonstruksi sejarah genetik suatu populasi. Dengan demikian, kita sekarang memiliki alat untuk mengeksplorasi lebih banyak dari genome manusia."
Proyek Genographic terus mengisi kekosongan pengetahuan tentang sejarah manusia dan membuka informasi dari akar genetik yang tidak hanya berdampak pada kisah-kisah pribadi kita, melainkan mengungkapkan pula dimensi baru dari peradaban, budaya dan masyarakat selama puluhan ribu tahun terakhir.
“Penerapan metode analisis baru, seperti studi keragaman rekombinasi, menyoroti kekuatan pendekatan Proyek Genographic itu sendiri. Setelah sumber daya yang luar biasa itu dirakit dalam bentuk pengumpulan sampel global dan database standar, kita dapat mulai menerapkan metode baru analisis genetik untuk memberikan wawasan yang lebih besar ke dalam sejarah migrasi spesies kita,” kata Direktur Proyek Genographic saat itu Spencer Wells.
KOMENTAR