“Orang-orang Portugis ini membawa kacang tanah ke Cina dan kemudian orang-orang Cina membawa ke Indonesia. Jadi ada beberapa teori yang menyinggung sirkulasi [kacang tanah] dari para agensi atau pelaut dari Portugis, Spanyol, dan Cina,” ujar Fadly.
Pendek kata, Jalur Rempah Nusantara tak hanya berperan memperkenalkan rempah-rempah asal Indonesia ke seluruh dunia, tetapi juga membawa komoditas dunia ke Nusantara. Salah satunya kacang tanah yang dalam catatan kuno Cina abad ke-16 disebut sebagai huā shēng. Kata ini merupakan kependekan dari luòhuāshēng, yang secara harfiah berarti “benih lahir dari bunga yang jatuh ke tanah”.
Menurut catatan Rumphius, kacang tanah juga memiliki ragam nama sebutan. Di Brasilia, kacang dikenal dengan nama mundubi. Orang Peru menyebutnya lerio manobi, sementara orang Spanyol menyebutnya ibimani.
Fadly mengungkapkan bahwa Jan Hooyman—dalam laporannya yang diterbitkan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen pada akhir abad ke-18—mencatat bahwa sekitar 1.200 sampai 1.300 orang Cina diangkut dalam jung-jung yang datang berniaga ke Batavia setiap tahunnya. Ketekunan dan tenaga mereka begitu penting dimanfaatkan orang Belanda untuk mengerjakan lahan pertanian.
Sebagaimana yang disaksikan Hooyman, berkat andil orang-orang Cina, ladang tebu dan kacang tanah bisa tumbuh di pinggiran Batavia.
Abraham Jacob van der Aa dalam buku Nederlands Oost-Indië of Beschrijving der Nederlandsche bezittingen in Oost-Indië menguraikan bahwa orangorang Cina dan Jawa pada abad ke-19, paling sering memanfaatkan kacang untuk diambil minyaknya.
Cara pembuatannya, dia menguraikan, kacang dicuci bersih dan dikeringkan sebentar, lalu dipipil dan dikeringkan lagi. Setelah cukup kering, kacang diuapi dan dipres untuk diambil minyaknya.
Baca Juga: Lelakon Rumphius di Ambon: Kebutaan, Korban Gempa, Sampai Kebakaran
Baca Juga: Ketika Setengah Kilogram Pala Banda Dibeli Seharga Tujuh Sapi Gemuk
Baca Juga: Merapah Rempah: Cerita Bahtera-bahtera Kuno di Dasar Samudra Kita
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR