Selain untuk bergulat dengan para gladiator, ada pula venatio atau perburuan. Ia merupakan cabang olahraga di Romawi yang mana hewan-hewan buas akan dilepas dan diburu.
"Sebagaimana hewan yang dijatuhi hukuman mati, baik di tangan pemburu atau mati dalam pertempuran dengan hewan lain," imbuhnya lagi.
Saking menariknya, venatio jadi olahraga yang masih bertahan sampai hari ini. Bahkan, matador yang sohor di Spanyol adalah bukti konkret lestarinya venatio yang lebih modern.
Baca Juga: Sejarah Berdarah Koloseum, Arena Hiburan dan Pembantaian Romawi
Baca Juga: Seperti Apa Perkembangan Kehidupan Beragama Bangsa Romawi Kuno?
Baca Juga: Lima Metode Eksekusi Mati yang Mengerikan Lainnya di Era Romawi Kuno
Baca Juga: Frumentarii, Pengumpul Gandum yang Diangkat Jadi Agen Rahasia Romawi
Alasan Cicero tak membalas suratnya adalah bentuk kritiknya pada venatio. Bagi Cicero, praktik itu akan membunuh ekosistem hewan buas dan bisa menyebabkan kepunahan. Namun, agaknya menarik bagi bagian terburuk dari sifat manusia.
Dalam sebuah catatannya, orator Cicero menggambarkan venatio (diselenggarakan oleh jenderal terkenal Pompey the Great) yang begitu brutal hingga membunuh para hewan-hewan itu.
Pliny the Elder juga menguatkan kesedihannya dalam catatan yang lain, dengan menyebut: "Ketika (gajah-gajah) telah kehilangan semua harapan untuk melarikan diri, mereka mencoba untuk mendapatkan belas kasihan dari orang banyak dengan gerakan permohonan yang tak terlukiskan."
Tontonan perburuan gajah Pompey, yang berlangsung menjelang akhir Republik Romawi, memicu respons emosional dari orang banyak, meskipun itu sama sekali tidak menandai akhir dari venatio.
Source | : | The Atlantic |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR