Nationalgeographic.co.id—Kadang-kadang peristiwa yang terjadi ratusan ribu atau bahkan jutaan tahun yang lalu digambarkan dengan situasi yang mengerikan nan menghantui.
Hal yang mengerikan itu dapat dilihat dari peristiwa letusan supervolcano Yellowstone. Gunung purba yang pernah meletus hebat yang terjadi "2,1 juta tahun lalu, 1,3 juta tahun lalu, dan 640.000 tahun lalu," tulis Pumphrey.
Clint Pumphrey menulis kepada History: How Stuff Works dalam sebuah artikel berjudul 10 Scare-inducing Moments in History yang terbit pada 25 Oktober 2016.
Bahkan, bagian letusan dari supervolcano Yellowstone telah mengubah kondisi geologis di bumi. Pumphrey menyebut bagian "terbesar dari letusan ini menciptakan formasi vulkanik yang dikenal sebagai Huckleberry Ridge Tuff."
"Letusan ini melepaskan 585 mil kubik (2.450 kilometer persegi) batuan cair dan menciptakan kaldera berukuran sekitar 60 mil (96,6 kilometer)," imbuhnya.
Lemparan-lemparan vulkanik itu menjadikannya sebagai salah satu dari lima peristiwa vulkanik terbesar dalam sejarah—hampir 6.000 kali lebih besar dari letusan Gunung St. Helens di tahun 1980.
"Yellowstone terus menjadi zona vulkanik aktif, seperti yang dibuktikan oleh banyak geyser dan mata air panasnya," terusnya.
Brad Plumer, seorang koresponden dari Vox, mengajak pembacanya membayangkan jika supervolcano Yellowstone meletus lagi di zaman modern. "Itu akan menjadi bencana besar," tulisnya.
Brad Plumer menulis dalam sebuah artikel berjudul What would happen if the Yellowstone supervolcano actually erupted? yang terbit pada 15 Desember 2014.
"Jika supervolcano di bawah Taman Nasional Yellowstone mengalami letusan besar lagi, itu bisa memuntahkan abu sejauh ribuan mil di seluruh Amerika Serikat, merusak bangunan, mencekik tanaman, dan mematikan pembangkit listrik," tulisnya.
Salah satu masalah terbesar adalah banyaknya abu yang dibuang ke udara, yang akan dibawa angin melintasi Amerika Serikat. Kota-kota terdekatnya pasti akan terpukul.
Source | : | Vox,History: How Stuff Works |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR