Nationalgeographic.co.id—Sepanjang tahun 1800-an, ilmu pengetahuan Mesir memuaskan rasa ingin tahu sebagian orang tentang piramida dan mumi.
Pengetahuan tentang mumi menghantui budaya populer sejak itu. Pada saat penemuan makam Tutankhamun oleh Howard Carter pada 1922, gagasan tentang ‘kutukan mumi’ pun muncul.
Bahkan di Hollywood, mumi menjadi tokoh dalam beberapa film. Mumi digambarkan sebagai sosok yang tersiksa dan pendendam, terkurung di antara hidup dan mati.
Konon, bangsa Mesir membutuhkan waktu selama 70 hari untuk membuat mumi. Bagaimana awal mula mumi diciptakan oleh bangsa Mesir?
Sebuah reuni suci setelah meninggal
Mengapa orang Mesir Kuno mengembangkan ritual yang mahal dan mengerikan dari sudut pandang orang modern? Hanya dengan menghilangkan asosiasi modern, makna mumi dapat dipahami.
Objek kekaguman dan misteri, mumi diciptakan untuk menghormati para dewa dan orang yang sudah meninggal. “Ritual ini dianggap sebagai kelanjutan alami dari perjalanan setelah kematian,” ungkap Milagros Álvarez Sosa pada National Geographic.
Mumifikasi memiliki akar yang dalam di iklim dan geografi Mesir. Mumi tertua berasal dari milenium keempat Sebelum Masehi. Pada saat itu, jenazah dikuburkan tanpa peti mati di padang pasir, di mana kondisinya mengering dan awet.
Ketika kebiasaan berubah dalam masyarakat Mesir awal, mayat mulai ditempatkan di dalam peti mati dan makam. Memisahkan mayat dari tanah menghambat pengeringan mayat, sehingga teknik untuk mengawetkan mayat sebelum dimakamkan pun mulai dikembangkan.
Teknik-teknik ini terkait erat dengan keyakinan agama, yang menggambarkan orang sebagai campuran elemen. Beberapa di antaranya adalah materi: tubuh, bayangan, dan nama seseorang. Yang lain dikaitkan dengan roh mereka: ka atau energi kosmik yang diterima saat lahir; ankh atau napas vital; dan ba, kepribadian.
Unsur-unsur ini untuk sementara dipisahkan ketika seseorang meninggal—sumber dari banyak penderitaan bagi pikiran orang Mesir. Mumifikasi memungkinkan arwah orang yang meninggal untuk mengenali tubuhnya sendiri, dengan senang hati kembali ke sana, dan dilahirkan kembali.
Ritual tersebut mencerminkan kisah Osiris, dewa dunia bawah, yang dibunuh oleh saudaranya, Seth. Pembunuh Osiris menyebarkan bagian-bagian tubuhnya ke seluruh negeri. Sang Istri kemudian turun tangan, menyatukan kembali dan mengubur potongan tubuhnya itu. Osiris dapat dihidupkan kembali.
Dalam seni Mesir Osiris sering menjadi mumi, tugas yang dilakukan oleh dewa Anubis. Mitos tersebut menekankan bagaimana orang Mesir percaya bahwa jiwa tidak memiliki harapan untuk menavigasi akhirat kecuali tubuhnya utuh.
Bisnis mumifikasi
Awalnya, mumifikasi adalah pelestarian eksklusif royalti dan pengadilan. Selama periode Kerajaan Lama (2575-2130 Sebelum Masehi), hanya ada satu tim pembalsaman kerajaan. Tim ini membuat mumi anggota keluarga firaun, abdi dalem, dan pejabat yang diberi hak istimewa oleh raja. Belakangan, ritual itu mulai beredar di kalangan masyarakat. Pembalsam independen pun menjamur dan melakukan usaha sendiri. “Tingkat pengerjaan sangat bervariasi tergantung pada seberapa banyak pelanggan mampu membayar,” tambah Sosa.
Pembalsam dianggap sebagai profesional yang berkualitas karena memiliki pengetahuan anatomi dan harus melakukan serangkaian ritual. Tidak jarang mereka dipandang sebagai dokter dan anggota kelas sosial imam.
Berbagai papirus telah ditemukan yang merinci berbagai profesional yang terlibat dalam proses tersebut. Salah satu yang paling terkenal adalah ‘Lord of Secrets’ (hery sesheta), yang melakukan ritual mengenakan topeng Anubis. Ia adalah dewa pembalsaman yang diyakini telah melakukan mumifikasi Osiris sendiri.
Ada juga pendeta lektor (hery heb), yang membacakan instruksi ritual dan mantra sihir saat pembalut diterapkan. Sementara itu, pemotong mengeluarkan paru-paru, hati, perut, dan usus dari sayatan di sisi mayat. Status sosial mereka adalah yang terendah karena kenajisan yang terkait dengan ritual.
Proses mumifikasi
Pembalsam melakukan tugas mereka selama fase waktu antara kematian dan penguburan, biasanya berlangsung lebih dari 70 hari.
Namun proses ini bisa berlangsung lebih lama. Satu catatan mengisahkan bagaimana ratu dinasti ke-4 Meresankh III, istri Firaun Khafre, tidak dimakamkan sampai 274 hari setelah kematiannya.
Menulis pada abad kelima Sebelum Masehi, sejarawan Yunani Herodotus mengamati bagaimana ketika masa berkabung telah berakhir. Tubuh diberikan kepada para pembalsam dan mereka menunjukkan beberapa pilihan mumi dalam bentuk gambar.
Setelah harga disepakati, pekerjaan pembalsam akan dimulai. Tahap pertama dilakukan dengan cukup cepat, karena mayat mudah membusuk di tengah sengatan panas Mesir.
Ritual penyucian bagi almarhum berlangsung selama tiga hari di bangunan sementara yang disebut ibw, di mana tubuh dimandikan. Setelah tubuh disucikan, ia dibawa ke wabet (tempat suci) atau per nefer (rumah kecantikan), di mana mumifikasi sebenarnya dimulai.
Menurut Herodotus, para pembalsem memulai pekerjaannya dengan mengosongkan kepala mayat. Orang Mesir kuno tidak melihat otak sebagai pusat akal dan identitas, sehingga mereka tidak berusaha untuk melestarikannya. Sebuah kait panjang dimasukkan ke hidung ke dalam tempurung kepala dan diputar-putar untuk mencairkan otak. Cairan itu dituangkan ke dalam mangkuk.
Selanjutnya, organ dalam dikeluarkan melalui sayatan, biasanya dibuat di sisi kiri perut. Namun hati, yang diyakini sebagai pusat kebijaksanaan, sengaja dibiarkan begitu saja. Kitab Orang Mati menyatakan pentingnya menjaga organ ini tetap terhubung dengan tubuh.
Dehidrasi sangat penting untuk proses pembalsaman. Bahan yang digunakan adalah natron padat, natrium karbonat terhidrasi yang sering ditemukan di dekat danau garam. Dicelupkan ke dalam campuran ini selama 40 hari, rongga tubuh terisi dengan zat tersebut dan mengering dari dalam.
Ahli Mesir kuno, Bob Brier dan Dr. Ronald Wade, pada 1994 menemukan bahwa 263 kilogram natron dibutuhkan untuk menutupi dan mengeringkan tubuh secara keseluruhan.
Berbagai minyak dan resin cair kemudian dioleskan ke daging. Ini mungkin membantu menunda serangga menggerogoti tubuh dan menutupi bau pembusukan. Sejarawan Yunani Diodorus Siculus mengunjungi Mesir pada abad pertama Sebelum Masehi dan mengamati proses mumifikasi.
Baca Juga: Hasil Pemindaian CAT dan Tes DNA Ungkap Tutankhamun Mengidap Malaria
Baca Juga: CT Scan Ungkap Eksekusi Seremonial Firaun Seqenenre sang Pemberani
Baca Juga: Mummy Brown: Cat Abad ke-16 yang Terbuat Dari Bubuk Mumi Giling
Baca Juga: Serangkaian Foto 1960-an Membatu Penemuan Mumi Tertua di Dunia
“Mereka dengan hati-hati mendandani seluruh tubuh selama lebih dari 30 hari, pertama dengan minyak cedar dan persiapan tertentu lainnya. Kemudian dengan mur, kayu manis, dan rempah-rempah. Tidak hanya mengawetkan, bahan-bahan ini juga menimbulkan aroma harum.”
Membungkus semuanya
Ciri utama mumi adalah pembungkus linennya, seringkali merupakan langkah terakhir mumifikasi. Prosedur terakhir ini dilakukan dengan sangat khidmat. “Dibutuhkan waktu berhari-hari untuk membungkus seluruh tubuh,” Sosa menambahkan lagi.
Jumlah kain yang digunakan bervariasi dari satu mumi ke mumi lainnya, tergantung pada kemampuan ekonomi seseorang. Setiap tindakan didefinisikan dalam detail kecil dan disertai dengan mantra yang sesuai. Jimat dari berbagai jenis ditempatkan di dalam lipatan linen untuk memberikan perlindungan, serta papirus dengan mantra sihir.
Jika almarhum adalah anggota elit, mumi ditutupi dengan topeng dan ditempatkan di peti mati mewah. Baru setelah itu, mumi ditempatkan di dalam sarkofagus. Sebuah prosesi pemakaman membawa sarkofagus ke makam, ‘rumah keabadian’. Tubuh almarhum yang telah dilengkapi dengan baik untuk kerasnya kehidupan setelah kematian dapat bergabung kembali dengan unsur-unsur jiwanya. Setelah itu, barulah ia dapat dilahirkan kembali.
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR