Para peneliti juga membuktikan, ketika mendorong udara lewat filter dengan kecepatan empat liter per menit, ada 52,3 persen karbon dioksida dengan filter sekali tumpuk. Sedangkan dengan tumpuk ganda bisa 81,7 persen.
Temuan ini menjanjikan untuk diuji sebagai filter terhadap laju aliran udara yang lebih cepat, yang digunakan di pembangkit listrik. Para peneliti menguji untuk membandingkan temuan mereka dengan teknologi lain yang sebanding.
Baca Juga: Dibuang Sayang, Kegiatan Barter.in Jadi Solusi Limbah Pakaian
Baca Juga: Menjaga Keanekaragaman dan Kebutuhan Lewat Nilai Konservasi Tinggi
Baca Juga: Memotong Emisi Karbon Dioksida Tidak Cukup Untuk Menyelamatkan Bumi
Baca Juga: Kondom di Zaman Kuno Terbuat dari Kain, Seperti Apa Bentuknya?
Tidak hanya itu, kain juga diuji seberapa baik jika dicuci, dijemur, dan disimpan berkali-kali. Perlu diketahui, kitosan yang terkandungnya diketahui punya manfaat untuk mempertahankan penyimpanan lebih lama, biasanya pada zat organik. Ternyata, aktivitas itu bisa mempertahankan kinerjanya yang tinggi, tulis para peneliti.
"Enzim dapat dipertahankan pada suhu yang lebih rendah untuk waktu yang sangat lama dan itu akan tahan lama," kata Shen. "Kain memberikan dukungan fisik dan struktur untuk itu, sambil menyediakan area permukaan yang besar untuk beraksi dengan karbon dioksida."
Saat ini para peneliti juga mencari cara agar cairan dari filter bisa didaur ulang. Mereka mencari cara bagaimana bikarbonat bisa kembali menjadi karbon dioksida supaya dapat disimpan dan dibuang, atau digunakan untuk tujuan komersial. Dengan demikian, pihak yang menghasilkan karbon juga bisa menggunakan kembali karbonnya untuk tujuan lain, dan tidak mencemari lingkungan.
"Kami ingin meregenerasi larutan air yang kami gunakan dengan filter sehingga kami dapat menggunakannya berulang kali," kata Salmon. "Sisi proses itu membutuhkan lebih banyak pekerjaan, untuk membuat energi regenerasi pelarut serendah mungkin."
Source | : | ACS Publication |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR