Nationalgeographic.co.id—Tim peneliti dari University College London telah menganalisis fosil berumur 166 juta tahun dari jenis hewan yang disebut Marmorerpeton. Fosil yang ditemukan di batuan Jurassic Tengah di Isle of Skye, Skotlandia ini diyakini sebagai fosil salamander Eropa tertua.
Para peneliti menemukan, fosil ini memiliki beberapa ciri utama salamander, tetapi bukan bagian dari kelompok salamander modern. Deskripsi lengkap analisisi ini dilaporkan dalam Prosiding National Academy of Sciences (PNAS) dengan judul "Middle Jurassic fossils document an early stage in salamander evolution."
Seperti diketahui, salamander adalah kelompok amfibi penting yang mencakup lebih dari 760 spesies hidup. Makhluk-makhluk ini merupakan komponen penting dari ekosistem darat dan air tawar.
Mereka beragam secara ekologis dan perkembangan, termasuk penggali, pemanjat, penghuni gua dan perenang neotenik. Dan spesies ini menunjukkan variasi besar dalam sejarah hidup dan tingkat pengasuhan induknya.
Untuk diketahui, marmorerpeton pertama kali dideskripsikan lebih dari 30 tahun yang lalu. Tapi hanya beberapa fosil tulang belakang terisolasi dan tulang rahang parsial yang ditemukan, membuatnya agak membingungkan.
Spesimen baru dari Skotlandia ini menambahkan banyak data baru, dan juga mewakili spesies baru. Spesimen ini dinamai Marmorerpeton wakei, dinamai mendiang Profesor David Wake, seorang pakar evolusi salamander terkemuka di Amerika.
Penulis utama Marc Jones, dari UCL Cell dan Developmental Biology mengatakan bahwa fosil itu pasti salamander tetapi tidak seperti apa pun yang hidup hari ini. "Ini menyoroti pentingnya catatan fosil untuk melestarikan kombinasi fitur anatomi yang tidak ada pada hewan hidup mana pun," kata Jones.
Salamander, yang termasuk kadal air, adalah jenis amfibi. Tidak seperti katak, mereka memiliki ekor dan lebih bervariasi dalam ukuran dan bentuk.
Ada lebih dari 700 spesies yang ditemukan di belahan bumi utara di berbagai habitat air tawar dan hutan. Mereka terkenal karena kemampuan mereka untuk menumbuhkan kembali anggota badan dan organ.
Fosil salamander di Skotlandia yang baru ini memiliki kepala lebar seperti katak yang dangkal tetapi rahang yang kuat dan tonjolan yang menonjol di belakang matanya. Tulang atap tengkorak menunjukkan ornamen seperti buaya, yang membedakannya dari salamander modern.
Tulang tungkai dan ekor dalam dari Marmorerpeton wakei menunjukkan bahwa salamander ini hidup di air. Ia mungkin menggunakan rahangnya yang lebar untuk menangkap mangsa dengan menghisap makanan.
"Proyeksi tulang besar di belakang mata agak tidak terduga tetapi proyeksi yang lebih kecil memang ada pada fosil salamander dari batuan yang sedikit lebih muda. Tujuan mereka tetap tidak diketahui," kata Jones.
Salamander modern telah dipelajari secara ekstensif untuk memahami perkembangan, regenerasi, dan racun. Namun, evolusi awal mereka masih sangat kurang dipahami. Studi ini mencakup survei rinci anatomi salamander modern yang menginformasikan analisis selanjutnya.
Banyak penelitian sebelumnya tentang fosil salamander sangat bergantung pada fosil dari periode Jurassic Akhir. Fosil itu ditemukan di Kazakhstan, yang termasuk dalam genus Karaurus.
Ketika fosil baru ditemukan sebelum ini, seperti Marmorerpeton, mereka memberikan pemahaman yang lebih lengkap tentang bagaimana salamander awal berevolusi.
Penulis senior Profesor Susan Evans yang pertama kali mendeskripsikan Marmorerpeton pada tahun 1988 mengatakan: "Asal usul dan sejarah awal kelompok amfibi modern tetap misterius dan fosil baru seperti ini adalah kunci untuk mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang evolusi amfibi."
"Situs fosil di Skye terbukti menjadi harta karun bagi pemahaman kita tentang fauna dan ekosistem Jurassic Tengah," kata Profesor Roger Benson , seorang ahli paleontologi di Oxford University.
"Dan membantu mengisi celah dalam catatan fosil dari banyak garis keturunan hewan termasuk mamalia, reptil, dan amfibi."
Simak kisah-kisah selidik sains dan gemuruh penjelajahan dari penjuru dunia yang hadir setiap bulan melalui majalah National Geographic Indonesia. Cara berlangganan via bit.ly/majalahnatgeo
Source | : | PNAS,University College London News |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR