Nationalgeographic.co.id—Pada tahun 1800, hanya sekitar 10 persen dari populasi manusia yang tinggal di kota. Tapi sejak 2009, populasi perkotaan di planet ini telah melampaui populasi pedesaan. Selama beberapa abad terakhir, kota telah menentukan cara manusia hidup, bekerja dan berinteraksi.
Karena semakin banyak orang pindah ke kota, kota-kota besar ini membengkak. Tapi apa kota terbesar di planet ini? Dan bagaimana tepatnya kita mendefinisikan "terbesar"?
Ada dua cara utama untuk menilai ukuran kota: dengan mengukur wilayah geografisnya, atau populasinya. Kedua metode ini secara sah dapat menyebabkan kota dinyatakan sebagai yang terbesar, tetapi apakah salah satu dari opsi ini dianggap lebih valid?
"Keduanya sama buruk dan sebaik satu sama lain," Kevin Ward, profesor geografi manusia di University of Manchester di Inggris dan direktur Manchester Urban Institute, mengatakan kepada Live Science.
"Mereka menangkap aspek yang berbeda dari perubahan dan transformasi perkotaan. Dengan beberapa kota membangun ke atas dan menciptakan peningkatan kepadatan, orang mungkin mengharapkan beberapa kota untuk menumbuhkan populasi mereka tanpa perlu memperluas jejak fisik mereka."
Ward juga menyarankan opsi ketiga yang memungkinkan, yaitu menilai dampak budaya kota di seluruh dunia. Dalam hal ini, kata Ward, orang bisa mengklaim "Paris, London atau New York" sebagai "yang terbesar." Ini, bagaimanapun, terbuka untuk interpretasi individu.
Mengukur ukuran kota itu sulit, sebagian karena tidak ada cara yang diterima secara universal untuk mendefinisikan apa itu kota, atau di mana seseorang mulai dan berakhir.
"Apa yang dimaksud dengan 'kota' bervariasi dari satu negara ke negara lain," kata Ward.
Dan baik ukuran maupun populasi tidak selalu menjadi faktor. Kota Vatikan, misalnya, adalah negara merdeka terkecil di dunia dan kecil dalam hal populasi, karena hanya 453 orang dan luasnya hanya 0,19 mil persegi, atau 0,49 kilometer persegi.
Sementara itu, Ngerulmud, ibu kota Republik Palau di Pasifik barat, hanya memiliki 400 penduduk, tetapi dengan luas 180 mil persegi atau sekitar 466 kilometer persegi. Kota ini memiliki wilayah yang lebih luas daripada Kota Vatikan, dan dianggap sebagai ibu kota berpenduduk paling sedikit di dunia.
Berbagai sumber telah menetapkan untuk menetapkan kota terbesar di dunia berdasarkan wilayah. Dan menurut WorldAtlas dan World Population Review, Kota New York berada di urutan teratas.
Namun, kedua sumber tersebut memiliki interpretasi yang berbeda tentang ukuran kota. Menurut WorldAtlas, New York City menempati total 3.353 mil persegi (8.683 km persegi), sementara World Population Review mencantumkan kota itu seluas 4.669 mil persegi (12.093 km persegi).
Kesenjangan ini, menurut Ward, karena tidak ada "norma dan pemahaman" konkrit tentang bagaimana menentukan batas kota. Sementara dalam hal populasi, Kota New York tidak berada di urutan teratas dalam daftar.
Menurut World Population Review, New York, yang berpenduduk 8.177,020 (per 2022) saat ini adalah kota terpadat ke-45 di dunia. New York diapit antara Kuala Lumpur, Malaysia dengan populasi 8.419.566 di posisi ke-44 dan Hangzhou, TIongkok dengan populasi 8.044.878 di posisi ke-46.
Dalam hal jumlah penduduk manusia, tidak ada kota lain yang bisa menyamai Tokyo, ibu kota Jepang. Dengan perkiraan populasi 37.274.000, menurut World Population Review. Tokyo memiliki lebih dari 5 juta penduduk lebih banyak daripada Delhi, India yang berada di posisi kedua, yang menampung sekitar 32.065.760 orang.
Namun, sumber lain telah mencapai kesimpulan yang berbeda dalam hal populasi kota. Statista, agregator data Jerman, juga menyebut Tokyo sebagai kota dengan populasi terbesar, tetapi angkanya sekitar 39.105.000.
Data Statista menempatkan Jakarta, Indonesia, sebagai kota terpadat kedua, dengan perkiraan populasi 35.362.000, dan menempatkan Delhi di urutan ketiga, dengan populasi 31.870.000.
Meskipun sulit untuk secara pasti menyatakan kota mana yang terbesar, terbukti bahwa dunia memiliki jumlah kota besar yang semakin meningkat. Umumnya dianggap sebagai kota dengan populasi lebih dari 10 juta.
Pusat-pusat kota yang luas ini menghadapi banyak tantangan, karena mereka terus berkembang, kata Ward. Tapi mereka akan memegang kunci kelangsungan hidup jangka panjang umat manusia, mengingat bahwa pada tahun 2050, hampir 70 persen dari populasi dunia akan hidup di kota-kota.
"Di beberapa kota, tantangan utama adalah mengelola pertumbuhan secara berkelanjutan. Di kota lain, apa yang harus dilakukan dengan warisan infrastruktur dari dekade terakhir. Intinya, tantangan yang dihadapi planet ini adalah menang atau kalah melalui aksi kota," kata Ward.
Simak kisah-kisah selidik sains dan gemuruh penjelajahan dari penjuru dunia yang hadir setiap bulan melalui majalah National Geographic Indonesia. Cara berlangganan via bit.ly/majalahnatgeo
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR