Nationalgeographic.co.id—Seorang penjelajah Prancis bernama Paul de La Gironière, telah menerbitkan bukunya yang fenomenal di awal abad ke-19. Sebuah fakta yang mengungkap kengerian dari masyarakat awal Filipina.
Twenty Years In The Philippines (1819-1839) yang terbit pertama pada tahun 1853, mengisahkan kedatangannya pertama di Filipina pada tahun 1819.
"Petualang dalam dirinya berpikir adalah ide yang baik untuk tinggal di negara itu sementara waktu demi mempraktikkan profesinya (dia adalah seorang dokter mata)," tulis koresponden Filipi Know.
Artikelnya diterbitkan dalam judul 6 True Stories From Philippine History Creepier Than Any Horror Movie pada 4 Januari 2022.
Di Filipina, ia mulai mendirikan kota Jala Jala di provinsi Rizal saat ini. Ia mengelolanya selama hampir 20 tahun hingga kematian istri dan putranya. Bersama Alila, asistennya, ia berhenti di suatu tempat dalam ekspedisinya di Jala Jala.
Mereka berhenti di wilayah Tinguians of Abra, kawasan di mana suku Tinguian tinggal selama berabad-abad lamanya. Kelompok etnis itu dikenal sangat ramah kepada kedua penjelajah Prancis itu.
Menurut bukunya, Gironière dan asistennya mendapati kelompok etnis itu lebih baik dari yang mereka duga. Saking ramahnya, mereka ditawari oleh pemimpin suku untuk turut dalam perayaan ritus mereka.
Dari sana, mereka mendapatkan undangan kehormatan sebagai pengunjung dan orang asing yang diterima dengan baik oleh suku pedalaman Filipina. Datanglah mereka menemui jamuan suku Tinguian. Betapa terkejutnya mereka ketika datang dalam undangan.
Ternyata, Gironière dan Alila diundang untuk ambil bagian dalam "brain party" atau pesta otak—sebuah perayaan tradisional yang diadakan setiap kali kelompok tersebut memenangkan pertempuran melawan suku saingan.
Seperti yang dijelaskan oleh Gironière dalam bukunya, tradisi aneh dimulai dengan para pemimpin dan prajurit Tinguian yang duduk di sekitar ruang yang mereka anggap sakral dan "suci."
Baca Juga: Konyak, Suku Pemburu Kepala Terakhir di India dan Tradisi Tatonya
Baca Juga: Trepanasi, Teknik Pengeboran Kepala dari Suku Siberia Ini Bikin Ngeri
Baca Juga: Tragedi Wounded Knee: Pembantaian Suku Indian di Tanah Leluhurnya
Baca Juga: Apakah Suku Pejuang Wanita Amazon nan Ganas Benar-benar Nyata?
Tempat itu adalah tempat di mana sebuah kapal besar basi (anggur tebu) ditempatkan, bersama dengan beberapa kepala musuh yang telah mereka penggal dari tubuh lawan-lawannya.
"Setelah memberikan pidato kemenangan singkat, masing-masing prajurit kemudian akan memotong kepala untuk dirinya sendiri, memecahkannya menggunakan kapak, dan mengambil otaknya," terang koresponden Filipi Know.
Apabila dirasa tekstur otak musuhnya cukup keras, gadis-gadis muda Tinguian akan menumbuk santapan otaknya sampai cukup halus untuk dicampur dengan anggur tebu.
Ketika ramuan sudah siap, semua peserta akan mencicipinya masing-masing dan membagikannya untuk dinikmati seluruh suku. Mereka melakukannya layaknya zombie.
Khawatir bahwa Tinguian akan membunuh mereka, Gironière tidak punya pilihan selain mengambil bagian dari ramuan itu. Kejijikannya besatu padu dengan rasa khawatirnya, inilah yang membuat Gironière menyebut ramuan itu sebagai infernal beverage atau "minuman dari neraka."
Simak kisah-kisah selidik sains dan gemuruh penjelajahan dari penjuru dunia yang hadir setiap bulan melalui majalah National Geographic Indonesia. Cara berlangganan via bit.ly/majalahnatgeo
Source | : | Filipi Know |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR