Nationalgeographic.co.id—Kekuatan militer Romawi melegenda sepanjang zaman kuno. Bangsa ini memiliki prajurit yang terlatih di bawah kepemimpinan komandan cerdas. Dengan kelihaian negawarannya, mereka menaklukkan tanah baru dari Suriah di timur ke Britania di barat. Meski mengalami beberapa kemenangan spektakuler, Romawi juga berhadapan dengan kekalahan telak. Banyak upaya yang sebenarnya sudah gagal sejak awal dan tidak pernah berhasil. Salah satunya yang jarang terdengar, invasi Romawi ke Jazirah Arab yang berakhir dengan bencana kolosal. Pada tahun 26 Sebelum Masehi.
Setelah kebangkitan Islam pada abad ketujuh, konflik Romawi-Arab, yang juga dikenal sebagai perang Arab-Bizantium, mendapat banyak perhatian. Tetapi upaya Romawi yang menghancurkan untuk menaklukkan semenanjung Arab di bawah pemerintahan Augustus sebagian besar diabaikan.
Bangsa Romawi tidak akan melakukan invasi lain dalam seratus tahun setelah kegagalannya untuk menguasai Arab. Mengapa penaklukan Romawi atas Jazirah Arabia gagal?
Pembagian wilayah Arab di masa Romawi kuno
Bangsa Romawi membagi semenanjung Arab menjadi tiga wilayah; Arabia Felix, Arabia Petraea, dan Arabia Deserta.
Arabia Felix diterjemahkan sebagai “Arab yang makmur atau subur.” Ini adalah daerah di selatan semenanjung Arab yang sekarang menjadi Yaman. Wilayah ini dikenal dengan perdagangan dan kekayaannya.
Menurut sejarawan Romawi Strabo, setiap tahun, 120 kapal Romawi berlayar dari Baranis, sebuah pelabuhan Mesir kuno, ke Arabia Felix. “Tujuannya tidak lain adalah untuk berdagang,” tutur Prateek Dasgupta di laman History of Yesterday.
Arabia Felix adalah penghubung utama antara Mesir dan India Selatan, tempat orang Romawi membeli rempah-rempah dan komoditas lainnya. Rute ini merupakan rute rempah-rempah kuno, dan tentu saja sangat menguntungkan bagi orang Romawi. Arabia Felix adalah sumber utama kemenyan, mur dan aromatik lainnya.
Arabia Petraea adalah provinsi kedua di dunia Arab, menurut orang Romawi. Bagian dari Israel modern, Suriah dan Yordania berada di wilayah tersebut. Kerajaan Nabatea menguasai Arabia Petraea.
Orang-orang Nabatea pernah menjadi musuh Romawi. Namun selama abad pertama Masehi, mereka menjadi sekutu Romawi dan menjadi negara penyangga Romawi Mesir dan Parthia.
Seratus tahun setelah kegagalan invasi Augustus ke Arab, wilayah tersebut menjadi provinsi Romawi pada masa pemerintahan kaisar Trajan.
Petra adalah ibu kota Arabia Petraea. Kini reruntuhannya menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia yang terkenal.
Wilayah terakhir adalah Arabia Deserta, juga dikenal sebagai Arabia Magna, di Arab Saudi modern. Provinsi ini adalah yang terbesar dari ketiganya. Namun orang Romawi mengira itu adalah gurun yang tidak dapat dihuni.
Suku Badawi (Bedouin) menempati Arabia Deserta dan mereka sering menginvasi bagian kaya Arabia Felix dan Arabia Petraea. Suku Badawi juga bekerja sebagai tentara bayaran bayaran untuk orang-orang berkuasa.
Dalam bukunya, Natural History, sarjana Romawi Plinius yang Tua menggambarkan kehidupan nomaden di semenanjung Arab.
“Nomaden hidup dari susu dan daging binatang buas. Seperti orang India, mereka mengekstrak semacam anggur dari pohon palem, dan minyak dari wijen.”
Menyerang Arab adalah cara bagi Romawi untuk melindungi kepentingan komersial mereka di Arabia Felix. Selain itu, Romawi juga bisa mendirikan pusat perdagangan di Arabia Petraea.
Kerajaan Saba memerintah Arabia Felix dan orang Sabean menjadi kaya dengan menanam kemenyan, mur, dan aromatik lainnya.
Selain itu, lokasi Arabia Petraea strategis bagi Romawi dalam memperkuat pertahanan kekaisaran melawan Parthia.
Bangsa Romawi juga khawatir tentang serangan bajak laut di kapal mereka yang berlayar ke India. Mengamankan semenanjung Arab berarti bahwa tidak akan ada sumber daya selama perjalanan panjang ke India. Ini memungkinkan mereka menciptakan pelayaran yang aman dan damai.
Plinius juga mengatakan bahwa Arabia adalah tempat terkaya di Bumi. Semua alasan tersebut membuat invasi ke Arab merupakan ide cemerlang bagi para pemimpin Romawi.
Plinius juga menuliskan,
“Arab adalah negara-negara terkaya di dunia. Kekayaan yang begitu besar mengalir baik dari Kekaisaran Romawi maupun Parthia. Karena mereka menjual hasil laut atau hasil hutan, sedangkan mereka tidak membeli apa pun sebagai gantinya.”
Pada 26 Sebelum Masehi, Kaisar Romawi Augustus memercayakan gubernur Mesir, Gaius Aelius Gallus, untuk melakukan perjalanan ke Arab.
Augustus menginstruksikan Gallus untuk menandatangani perjanjian damai dengan penduduk asli Arab. Dengan begitu, mereka akan menjadi negara klien Roma. Tetapi jika orang-orang Arab melawan, orang-orang Romawi siap untuk “menaklukkan” mereka.
Invasi Romawi ke Arab
Gallus terlalu percaya diri tentang prospek Romawi di Arab. Dia juga waspada meninggalkan Mesir kekurangan staf karena Mesir adalah lumbung kekaisaran Romawi. Gallus meninggalkan sebagian besar pasukannya di Mesir untuk melindungi Mesir dari serangan bangsa lain.
Gallus mengumpulkan 80 kapal perang untuk mengangkut 10.000 legiun, dan tambahan 130 kapal untuk persediaan. Orang-orang Romawi mengharapkan orang-orang Arab untuk menantang mereka di Laut Merah.
Namun, mata-mata Romawi mengeklaim bahwa orang-orang Arab tidak mengumpulkan angkatan laut untuk menghadapi Romawi. Dengan demikian, Gallus yakin bahwa perjalanannya akan mudah.
Karena tergesa-gesa untuk sampai ke Arab, ia meremehkan kesulitan menyeberangi Laut Merah. Badai, perbekalan yang buruk, dan wabah penyakit kudis menyebabkan Gallus kehilangan beberapa kapal dan pasukan.
Bangsa Romawi akhirnya tiba di Leuce Come, sebuah pelabuhan perdagangan Nabatea di Arabia Petraea. Strabo, seorang sejarawan Romawi, menyalahkan Syllaeus, seorang pemandu Nabatea, atas apa yang terjadi.
Menurut Strabo, Syllaeus memimpin Romawi dalam pengejaran panjang dan rumit yang tidak membuahkan hasil.
Selama enam bulan, Romawi melakukan perjalanan melalui padang pasir, merebut kota-kota kecil. Semangat dan jumlah tentara terus menyusut. “Di bawah terik matahari gurun, kekayaan Arab tampak seperti fatamorgana bagi orang Romawi,” tambah Dasgupta.
Tentara Romawi mengalami kelelahan pada saat mencapai Arabia Felix dan mengepung Ma'arib, ibu kota kerajaan Sabian.
Seminggu dalam pengepungan, Gallus berusaha mengurangi kerugian lebih besar. Ia bergegas ke Alexandria dengan apa pun yang tersisa dari pasukannya.
Mengapa orang-orang Romawi mundur dengan tergesa-gesa dari orang-orang Arab, meskipun telah memenangkan setiap pertempuran? Konon ekspedisi Romawi hanya kehilangan tujuh orang dalam pertempuran.
Menurut sejarawan modern, jalur suplai Romawi terbentang tipis. Gallus tidak merencanakan pasukan cadangan atau bantuan karena dia mengharapkan kampanye cepat.
Penyakit juga menjangkiti pasukan, yang mengakibatkan banyak kematian. Lingkungan gurun semenanjung Arab lebih keras dari yang diperkirakan orang Romawi.
Meskipun memenangkan pertempuran kecil, Gallus tahu bahwa mereka tidak siap merebut kota-kota kaya di Arabia Felix. D Arab selatan, penduduknya memiliki persenjataan lengkap, mereka dapat dengan mudah selamat dari pengepungan.
Gallus juga tahu bahwa kegagalan total dan kehancuran pasukannya akan berarti kematian. Pasalnya Augustus tidak akan senang dengan misi yang gagal.
Baca Juga: Kisah Flamma, Gladiator Romawi dari Suriah yang Menolak Kebebasan
Baca Juga: Goresan Sejarah Hagia Sophia, Satu Kubah yang Menaungi Tiga Agama
Baca Juga: Elit Politik Rakus dan Xenofobia Jadi Sebab Jatuhnya Republik Romawi
Gubernur Romawi menjadikan Syllaeus sebagai kambing hitam. Disalahkan atas kegagalan, Syllaeus dihukum karena pengkhianatan dan dipenggal di Roma.
Kampanye Arab berakhir dengan bencana besar bagi Romawi.
Meskipun kampanye Gallus adalah bencana, namun tetap ada hikmahnya. Sebuah misi angkatan laut Romawi menghancurkan pelabuhan Aden, di Arabia Felix. Mereka mengamankan jalur yang aman bagi kapal-kapal Romawi ke India.
Seratus tahun setelah kegagalan ekspedisi Arab Augustus, Trajan merebut Arabia Petraea.
Bangsa Romawi membuat terobosan lebih jauh di tanah Arab. Romawi memerintah wilayah Levant dan barat laut Arabia selama 600 tahun berikutnya sampai kebangkitan Islam, pada abad ketujuh.
Invasi Augustus yang gagal ke Arabia tidak begitu bergaung. Ekspedisinya “disembunyikan” di sudut-sudut buku sejarah. Bencana besar seperti itu tentu akan menodai pemerintahannya yang sempurna.
Source | : | History of Yesterday |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR