Nationalgeographic.co.id—Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) yang merupakan bagian dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menegaskan bahwa perubahan iklim global sedang terjadi dan itu tentu saja nyata. Pada 31 Maret lalu mereka mengeluarkan dokumen terkait perubahan iklim yang memaparkan dampak pemanasan global, yang meliputi risiko banjir yang lebih tinggi serta berkurangnya hasil panen dan ketersediaan air tawar bersih.
Manusia mungkin dapat beradaptasi dengan beberapa perubahan ini, tetapi hanya dalam batas-batas tertentu. Kesehatan manusia, rumah, ketahanan pangan, dan keamanMasalah Perubahan Iklim bagi Kehidupan dan Dua Kunci Menghadapinyaan pangan kemungkinan besar akan terancam oleh kenaikan suhu global yang sedang terjadi saat ini.
Seperti dipaparkan dalam berita The Jakarta Post yang tayang di situs Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), kenaikan suhu global sebesar 2 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri pada tahun 2100 akan mengancam sistem alam dunia yang unik. Sejumlah risiko kerusakan akan meningkat menjadi "sangat tinggi", seperti mencairnya es di kutub, pemutihan terumbu karang, lautan akan menjadi lebih asam, serta banyak spesies ikan juga akan pindah karena perairan yang lebih hangat sehingga menyebabkan potensi tangkapan ikan di daerah tropis dan di Antartika menurun lebih dari 50 persen.
Di darat, hasil panen untuk jagung, beras, dan gandum semuanya juga akan terpukul pada periode hingga 2050 dengan proyeksi penurunan produksi sebesar 25 persen. Dua tindakan, adaptasi iklim dan mitigasi iklim, harus dilakukan oleh komunitas global.
Pada dasarnya, upaya mitigasi atau mengurangi perubahan iklim "melibatkan pengurangan aliran gas rumah kaca yang memerangkap panas ke atmosfer, baik dengan mengurangi sumber gas-gas ini (misalnya, pembakaran bahan bakar fosil untuk listrik, panas, atau transportasi) atau meningkatkan 'penyerap' yang menumpuk dan menyimpan gas-gas ini (seperti lautan, hutan, dan tanah)," tulis NASA di situsnya.
Tujuan dari mitigasi adalah untuk menghindari campur tangan manusia yang signifikan terhadap iklim bumi, "menstabilkan tingkat gas rumah kaca dalam jangka waktu yang cukup untuk memungkinkan ekosistem beradaptasi secara alami terhadap perubahan iklim, memastikan bahwa produksi pangan tidak terancam, dan untuk memungkinkan pembangunan ekonomi berjalan secara berkelanjutan."
Dalam mitigasi iklim, dunia harus segera beralih dari bahan bakar padat karbon. Bahan bakar fosil dari minyak dan batu bara harus diganti dengan gas alam, energi nuklir yang lebih bersih, dan energi panas bumi. Juga, harus ada "pergeseran besar-besaran" ke energi terbarukan termasuk, energi matahari, energi angin, energi gelombang dan bahan bakar biomassa.
Peralihan energi di atas jelas butuh campur tangan kebijakan pemerintah. Namun, ada upaya-upaya lain yang juga bisa berdampak besar jika dilakukan oleh setiap individu.
Baca Juga: Sepuluh Topik Riset terkait Perubahan Iklim yang Paling Sering Digarap
Baca Juga: Dampak Perubahan Iklim: Sumber Daya Air Semakin Berfluktuasi
Baca Juga: Perubahan Iklim dan Konflik Menghancurkan Kota Pra Sejarah Mayapan
Upaya-upaya kecil mitigasi iklim yang bisa kita lakukan antara lain menanam pohon di sekitar lingkungan kita, mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, menghindari atau setidaknya mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, menghemat penggunaan alat-alat yang membutuhkan energi listrik seperti AC dan lampu, hingga meminimalisir pembelian pakaian baru guna mengurangi limbah tekstil dan penggunaan energi pada pabrik.
Semakin banyak sampah atau limbah yang kita hasilkan dan buang, semakin besar pula potensinya untuk merusak lautan, hutan, dan tanah. Padahal, ketiga hal itu adalah benteng pertahanan bumi yang mampu menyerap emisi karbon kita.
Adapun semakin banyak energi yang kita pakai dari bahan bakar fosil, akan semakin banyak pula emisi karbon yang mengalir ke atmosfer. Hal ini bakal semakin meningkatkan laju pemanasan global sekaligus perubahan iklim.
Dari segi adaptasi iklim atau beradaptasi dengan kehidupan dalam iklim yang berubah, tindakan-tindakan yang bisa kita lakukan melibatkan penyesuaian dengan iklim masa depan yang sebenarnya. Tujuannya untuk mengurangi risiko kita dari efek berbahaya perubahan iklim, seperti kenaikan permukaan laut, peristiwa cuaca ekstrem yang lebih intens, atau kerawanan pangan.
Bagaimanapun, akan lebih baik dan mudah bagi kita untuk mengurangi laju kenaikan permukaan laut dengan mengurangi penggunaan kendaraan bermotor ketimbang harus membangun rumah panggung dan membeli perahu demi menyesuaikan diri dengan banjir atau kenaikan air laut di masa depan. Jelas, bakal jauh lebih mudah dan berarti juga bagi kita untuk mencegah penggundulan hutan dan menanam kembali pohon di lahan yang gundul ketimbang harus menyesuaikan diri dengan berkurangnya stok pangan dari para nelayan dan petani akibat perubahan iklim.
Perlu selalu kita ingat, perubahan iklim ini tidak memandang batas teritorial. Setiap negara pasti sedang atau akan merasakannya.
Kita hidup berbagi ruang di planet yang sama. Oleh karenanya, kita semua sama-sama punya kewajiban untuk menjaga kelestarian planet Bumi ini.
#SayaPilihBumi, gerakan sosial yang digagas National Geographic Indonesia sejak 2018, juga berusaha menyadarkan kita bahwa setiap aktivitas kecil kita dalam kehidupan sehari-hari dapat berpengaruh pada kelestarian bumi. #SayaPilihBumiFestival akan digelar pada Oktober mendatang di sini. Festival ini bakal kembali mengangkat isu-isu lingkungan lewat media dan perbincangan yang lebih ringan, santai, dan menyenangkan. Dari gelar wicara, peran komunitas dalam pelestarian Bumi, sampai konser musik.
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR