Nationalgeographic.co.id - Terinspirasi dari kemungkinan adanya misi kembali di tahun-tahun mendatang, astronom menganalisa medan komet. Medan yang mulus merupakan tempat yang baik untuk mendaratkan pesawat ruang angkasa dan mengambil sampel. Namun, bagaimana kita bisa menemukannya? Para astronom Universitas Cornell telah menunjukkan bagaimana medan mulus ini berkembang di dunia komet yang dingin.
Dengan menerapkan model termal pada data yang dikumpulkan oleh misi Rosetta. Yang menangkap komet 67P/Churyumov-Gerasimenko yang berbentuk barbel hampir satu dekade lalu. Para peneliti menunjukkan bahwa topografi memengaruhi aktivitas permukaan komet sepanjang ratusan meter.
"Anda dapat memiliki komposisi permukaan yang seragam pada komet dan masih memiliki hotspot aktivitas," kata penulis utama Abhinav S. Jindal, seorang mahasiswa pascasarjana di bidang astronomi dan anggota kelompok penelitian Alexander Hayes, profesor astronomi. "Topografi mendorong aktivitas."
Komet 67P/Churyumov-Gerasimenko ditemukan pada 22 Oktober 1969, oleh Observatorium Alma-Ata di Rusia. Klim Ivanovic Churyumov menemukan gambar komet saat memeriksa pelat fotografi komet lain (32P/Comas Solá) yang diambil oleh Svetlana Ivanova Gerasimenko pada 11 September 1969.
Komet 67P/ Churyumov-Gerasimenko membuat sejarah sebagai komet pertama yang diorbit dan didarati oleh robot dari Bumi. Pesawat ruang angkasa Rosetta, yang membawa pendarat Philae, bertemu dengan komet ini pada Agustus 2014, dan mengawalnya dalam perjalanannya ke tata surya bagian dalam dan kembali lagi. Rosetta adalah misi Badan Antariksa Eropa (ESA), dan NASA menyediakan instrumen serta dukungan utama. Misi berakhir dengan tabrakan terkontrol pesawat ruang angkasa di permukaan komet pada 30 September 2016.
Komet adalah benda es yang terbuat dari debu, batu, dan gas yang tersisa dari pembentukan tata surya sekitar 4,6 miliar tahun yang lalu, kata Jindal. Mereka terbentuk di pinggiran luar tata surya dan telah menghabiskan kekekalan menjelajahi ruang angkasa yang gelap dan beku, jauh dari panas matahari.
"Kimia mereka tidak banyak berubah sejak komet terbentuk, menjadikannya 'kapsul waktu' yang mengawetkan materi primordial sejak lahirnya tata surya," ujar Jindal, menjelaskan bahwa benda-benda ini kemungkinan menyemai Bumi awal dengan air dan blok bangunan utama kehidupan.
"Karena beberapa komet ini telah ditarik ke tata surya bagian dalam," katanya, "permukaannya mengalami perubahan. Ilmu pengetahuan sedang mencoba memahami proses penggeraknya."
Baca Juga: Bagaimana Orang Romawi Mengartikan Kemunculan Komet dan Meteor?
Baca Juga: Tata Surya Kedatangan Komet Terbesar dalam Sejarah Temuan Astronomi
Baca Juga: Baru Ditemukan 5 Bulan Lalu, Komet Ini Hancur Saat Mendekati Bumi
Saat Komet 67P berputar kembali ke matahari, benda itu melaju ke titik yang disebut perihelion, pendekatan terdekatnya, dan komet memanas. Misi Rosetta mengikuti komet saat mengelilingi matahari dan mempelajari aktivitasnya. Medan yang mulus berfungsi sebagai lokasi di mana sebagian besar perubahan diamati, menjadikannya kunci untuk memahami evolusi permukaan.
Jindal dan para peneliti memeriksa evolusi 16 depresi topografi di wilayah Imhotep—endapan medan halus terbesar di komet 67P—antara 5 Juni 2015. Ini saat aktivitas pertama kali diamati, dan 6 Desember 2015, saat gempa besar terakhir terjadi. Di mana perubahan skala diamati.
Komet mengalami proses yang disebut sublimasi, di mana bagian es berubah menjadi gas di bawah panas matahari. Wilayah Imhotep halus komet menunjukkan pola kompleks lereng erosi simultan (tepi curam depresi berbentuk busur) dan deposisi material.
Jindal percaya sains suatu hari akan kembali ke Komet 67P. "Komet-komet ini membantu kami menjawab pertanyaan dari mana kita berasal," katanya.
Hasil penelitian ini telah dipublikasikan di jurnal The Planetary Science Journal pada 16 Agustus 2022 dengan judul "Topographically Influenced Evolution of Large-scale Changes in Comet 67P/Churyumov–Gerasimenko's Imhotep Region."
Source | : | NASA |
Penulis | : | Wawan Setiawan |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR