Nationalgeographic.co.id—Sebuah jurnal di Frontiers in Environmental Science mengungkapkan pencemaran merkuri tingkat tinggi di kota Maya kuno. Pencemaran ini mungkin menimbulkan risiko kesehatan bagi bangsa Maya kuno. Bahkan dapat terus mengancam hingga saat ini.
Di beberapa belahan dunia, manusia memodifikasi siklus merkuri selama ribuan tahun. Penggunaan merkuri antropogenik (akibat manusia) ini menyebabkan merkuri memasuki tempat-tempat yang secara global tidak akan ditemukan. Misalnya di danau atau tanah di lokasi terpencil.
Satu wilayah dengan sejarah penggunaan merkuri yang sangat panjang (tetapi kurang terdokumentasi) adalah Meksiko dan Amerika Tengah. Masyarakat Mesoamerika awal seperti Olmec telah menambang dan menggunakan merkuri di Meksiko selatan pada awal 2000 Sebelum Masehi.
Duncan Cook, ahli geografi di Australian Catholic University, menganalisis kadar merkuri dari sepuluh situs penggalian Maya dan sekitarnya
“Pencemaran merkuri di lingkungan biasanya ditemukan di daerah perkotaan kontemporer dan lanskap industri,” kata Cook. Dari hasil penelitian, mereka mempertimbangkan kemungkinan penggunaan merkuri di peradaban Maya kuno selama berabad-abad.
Dari mana asal merkuri yang diperkirakan digunakan oleh suku Maya?
Tim menyimpulkan bahwa suku Maya menggunakan cinnabar, mineral berwarna merah cerah yang mengandung merkuri. Cinnabar ini merupakan cat dekoratif dan bedak yang digunakan untuk keperluan upacara dan keagamaan.
Merkuri dari permukaan berlapis cinnabar, seperti dinding dan lantai, akhirnya mencemari pasokan air dan tanah setempat.
Rekan penulis studi, Nicholas Dunning, mengatakan bahwa suku Maya percaya cinnabar mengandung ch'ulel atau kekuatan jiwa.
“Pigmen merah cemerlang dari cinnabar adalah zat yang tak ternilai dan suci,” kata Dunning. Namun tanpa sepengetahuan masyarakat Maya, zat ini juga mematikan. Bahkan “warisannya” tetap ada di tanah dan sedimen di sekitar situs Maya kuno hingga kini.
Efek keracunan merkuri kronis seperti tremor, penglihatan dan pendengaran yang melemah, dan kelumpuhan mungkin berdampak pada suku Maya.
Source | : | Smithsonian Magazine,The Conversation |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR