Owen West, dosen senior kepolisian di Edge Hill University di Inggris, mengatakan gas air mata sangat berisiko untuk digunakan di daerah aman seperti stadion sepak bola di mana orang tidak punya tempat untuk pergi.
Baca Juga: Terpapar Gas Air Mata Kedaluwarsa, Apa Dampaknya bagi Tubuh?
Baca Juga: Sejarah Gas Air Mata, Pertama Kali Digunakan dalam Perang 1914
Baca Juga: Apa Dampaknya Bagi Tubuh Kita Bila Terkena Gas Air Mata? Berikut Penjelasannya
“Sangat, sangat berbahaya menggunakan taktik pembubaran seperti gas air mata dalam kasus (Kanjuruan) ini,” kata West, seperti dikutip dari The Washington Post. “Itu adalah senjata jarak jauh. Itu ada untuk membuat jarak antara massa dan polisi. Itu ada untuk membubarkan. Dan terutama di benak petugas polisi yang memikirkan taktik itu seharusnya baik, jika kita menggunakan perangkat ini, ke mana kita berharap orang-orang bubar (dari dalam stadion)?”
Gas air mata telah menjadi faktor dalam beberapa bencana stadion sebelumnya, karena orang-orang di kerumunan saling menekan saat mereka berusaha melarikan diri melalui pintu keluar yang terbatas atau bahkan terkunci. FIFA, badan pengatur sepak bola dunia, mengatakan dalam peraturannya untuk keamanan stadion bahwa tidak ada "gas pengendali massa" yang boleh dibawa atau digunakan oleh pramugara atau petugas polisi yang bertanggung jawab atas keamanan dalam pertandingan.
Mengingat efek yang bisa ditimbulkan gas air mata, sangat masuk akal bila ribuan penonton yang hadir dalam stadio jadi panik dan berdesak-desakan untuk menghindari gas tersebut. "Melarikan diri dari sesuatu yang merusak pernapasan, penglihatan, dan kesehatan Anda secara umum, itu adalah keputusan yang sepenuhnya rasional," kata Usman Hamid, direktur eksekutif Amnesty International untuk Indonesia.
Aerican Lung Association menyarankan, jika terkena gas air mata, Anda sebaiknya segera menjauhkan diri dari sumbernya dan mencari tempat yang lebih tinggi, jika memungkinkan. Bilas mata Anda dengan air dan gunakan sabun lembut, seperti sampo bayi, untuk mencuci muka. Jika masalah pernapasan berlanjut, segera cari bantuan medis.
Source | : | The Washington Post,American Lung Association,Medical News Today |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR