Manusia bukan satu-satunya gladiator. Hewan-hewan eksotis di arena seringkali lebih populer daripada pria biasa.
Baca Juga: Menelusuri Jejak Dunia Romawi Kuno dalam Kehidupan Modern Saat Ini
Baca Juga: Apa Perbedaan antara Kehidupan Romawi Kuno dengan Yunani Kuno?
Baca Juga: Tujuh Penemuan Romawi Kuno: Inovasi yang Berguna hingga Sekarang
Tapi mengapa seorang gladiator profesional memilih untuk mati dengan cara ini? Orang-orang Romawi sangat sadar akan kematian. Mereka diajari untuk tidak takut mati, dan mengutamakan memilih cara kematian mereka.
Angka kematian tercatat tinggi di Romawi kuno. Jadi, daripada mati karena kelaparan atau penyakit, mati sebagai gladiator jauh lebih menarik.
Menang dalam pertempuran adalah masalah prestise sosial yang besar baik untuk kelas atas dan bawah. Jadi bagaimanapun, permainan ini dianggap sebagai pilihan yang sangat menarik dalam kondisi hidup yang serbasulit.
Bagaimana kematian menghibur penonton?
Menyaksikan gladiator menyerahkan hidup mereka dengan cara yang paling mengerikan adalah hiburan bagi budaya elite dan masyarakat umum. Mengapa? Kehidupan orang asing tidak penting bagi orang-orang Romawi. Karena sebagian besar prajurit adalah tahanan atau penjahat, mereka hampir tidak dianggap manusia.
Para sejarawan percaya bahwa olahraga berdarah Romawi membantu mendorong persahabatan di antara orang-orang. Pada saat yang sama, pembunuhan brutal akan membantu menanamkan rasa takut di antara orang-orang, sebuah peringatan untuk tidak pernah mengkhianati kaisar.
Menurut penelitian, menonton olahraga bisa menjadi katarsis. Ini tidak hanya melibatkan adrenalin bagi para olahragawan, tetapi juga bagi para penonton.
Para penonton sering secara individual mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari seorang atlet atau tim. Menjadi bagian dari kelompok lebih besar yang bersemangat, mendorong emosi lebih tinggi. Menang atau kalah atlet di arena terkait dengan gairah emosional para penonton, sebuah fenomena yang kita kenal sampai hari ini.
Source | : | Science ABC |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR