Nilu melanjutkan, bentuk garisnya disajikan dalam bentuk kontur karya yang mengingatkan kita dengan relief, atau lekukan tubuh. Sedangkan warna-warnanya yang tumpang tindih, menguatkan ingatan kanak-kanak. Postur karya di pameran juga disajikan dalam komposisi yang lebih minimalis, tetapi tetap ekspresif.
Singkatnya, serial karya terbaru Kanoko, menyajikan pose tubuh dan transformasinya dalam lekukan garis yang terus bergerak dinamis. Garisnya muncul menjadi bentuk, tekstur, warna, dan sensasi. Hal ini membuat karya yang ditampilkan mengedepankan sensasi indrawi yang berkembang secara lika-luku (kune kune) yang bergerak.
Baca Juga: Seni Botani 'Flora of Southeast Asia' Memuliakan Kekayaan Ragam Puspa Asia Tenggara
Baca Juga: Pameran Buaya oleh Kebun Binatang London Hanya Menampilkan Tas Tangan
Baca Juga: Misteri di Balik Karya Seni Berusia 1.300 Tahun Dipecahkan oleh Sains
Baca Juga: Dunia Dalam Berita, Pameran Seni Kontemporer Indonesia Pra dan Pascareformasi
Kanoko menampilkan karya-karyanya bahwa tubuh bisa mengekspresikan emosi yang sederhana, tetapi dinamis. Hal ini merupakan metafora bahwa di situasi perubahan sosial dan tantangan ekologi, tubuh kita terus beradaptasi.
Namun secara ekspresi, karya dalam Kune Kune dipamerkan dengan nuansa jenaka, lugu, dan naif. Ekspresi itu bisa ditemukan lewat judul-judul karya Kanoko yang menggunakan kata untuk menggambarkan keadaan dan gerakan lewat bahasa dari suara sederhana yang ditiru dari bunyi-bunyian dari visualnya. Contohnya, karya Kanoko yang bertajuk Ulu-ulu atau Kankan.
"Saya baru sadar bahwa saya memiliki ketertarikan dengan beberapa detail tertentu dalam anatomi tubuh, wajah, ekspresi, dan ini tanpa sadar yang hadir dalam karya saya setelah sebelumnya saya tertarik dengan ekspresi topeng, batik, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di Jepang," tutur Kanoko.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR