Nationalgeographic.co.id—Setiap dari anggota tubuh manusia punya sisi menarik. Ketertarikan kita pada anggota tubuh muncul ketika manusia memahami fungsi-fungsinya, sehingga memiliki makna. Makna dan keindahan pada anggota tubuh inilah yang bahkan bisa menjadi inspirasi bagi seniman membuat karya seni tentangnya.
Baru-baru ini, sebuah pameran bertajuk Kune Kune diselenggarakan di Semarang Gallery tentang lekuk anatomi tubuh. Pameran ini menyajikan karya seniman Kanoko Takaya, seniman kontemporer asal Kyoto, Jepang yang berlangsung dari 3 Desember 2022 hingga 5 Februari 2023.
Kanoko sempat melakukan studinya di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Jawa Tengah. Selama dia belajar, dia sangat tertarik untuk mempelajari budaya tradisional Indonesia, terutama pada topeng bobung dari Yogyakarta dan topeng Malang.
"Untuk karya-karya terbarunya, Kanoko menggabungkan tekstil, kanvas, dakron, resin, benang, dan berbagai material menjadi bentuk dan tekstur yang mencitrakan anatomi tubuh," kata Ignatia Nilu, kurator pameran tersebut dalam rilis pers.
Lewat pameran itu, karya terbaru dan lama Kanoko dibawa sebagai kelanjutan dari karya-karya sebelumnya. Semua karyanya merupakan satu rangkaian perjalanannya berkarya selama di Indonesia. Selama delapan tahunnya di Indonesia, sebagai seniman muda, telah menjelajahi ranah seni kontemporer dengan serius.
"Karya-karya terbaru ini merupakan kelanjutan dari karya-karya sebelumnya. Ini merupakan perjalanan kekaryaan saya di Indonesia," ungkap Kanoko ketika sedang mempersiapkan pamerannya.
Nilu menjelaskan, karya yang dipamerkan ini mencakup dua periode bekaryanya Kanoko Takaya. Karya awal disebut sebagai Indonesian Series, sedangkan yang terkininya sebagai Inner Series dan Movement Series.
Indonesian Series merupakan karya awal Kanoko yang mengilhami dirinya sebagai gaikokujin (orang dari negara asing) ketika melihat situasi di Indonesia. Serial itu membuat Kanoko dipahami sebagai cara seniman luar melihat kebudayaan lokal di Indonesia.
"Karya-karya Indonesia Series ini sebagai ungkapan personal dari seniman dalam menyatakan keterhubungan antara emosional dengan visual-visual tradisional yang ditemuinya di Indonesia," terang Nilu.
Sementara, karya-karya terbarunya di serial Inner Series dan Movement Series berbeda jauh, dengan menampilkan lekukan dimensi dan sensasi yang berbeda, dengan menampilkan deformasi dari prosesnya.
Nilu melanjutkan, bentuk garisnya disajikan dalam bentuk kontur karya yang mengingatkan kita dengan relief, atau lekukan tubuh. Sedangkan warna-warnanya yang tumpang tindih, menguatkan ingatan kanak-kanak. Postur karya di pameran juga disajikan dalam komposisi yang lebih minimalis, tetapi tetap ekspresif.
Singkatnya, serial karya terbaru Kanoko, menyajikan pose tubuh dan transformasinya dalam lekukan garis yang terus bergerak dinamis. Garisnya muncul menjadi bentuk, tekstur, warna, dan sensasi. Hal ini membuat karya yang ditampilkan mengedepankan sensasi indrawi yang berkembang secara lika-luku (kune kune) yang bergerak.
Baca Juga: Seni Botani 'Flora of Southeast Asia' Memuliakan Kekayaan Ragam Puspa Asia Tenggara
Baca Juga: Pameran Buaya oleh Kebun Binatang London Hanya Menampilkan Tas Tangan
Baca Juga: Misteri di Balik Karya Seni Berusia 1.300 Tahun Dipecahkan oleh Sains
Baca Juga: Dunia Dalam Berita, Pameran Seni Kontemporer Indonesia Pra dan Pascareformasi
Kanoko menampilkan karya-karyanya bahwa tubuh bisa mengekspresikan emosi yang sederhana, tetapi dinamis. Hal ini merupakan metafora bahwa di situasi perubahan sosial dan tantangan ekologi, tubuh kita terus beradaptasi.
Namun secara ekspresi, karya dalam Kune Kune dipamerkan dengan nuansa jenaka, lugu, dan naif. Ekspresi itu bisa ditemukan lewat judul-judul karya Kanoko yang menggunakan kata untuk menggambarkan keadaan dan gerakan lewat bahasa dari suara sederhana yang ditiru dari bunyi-bunyian dari visualnya. Contohnya, karya Kanoko yang bertajuk Ulu-ulu atau Kankan.
"Saya baru sadar bahwa saya memiliki ketertarikan dengan beberapa detail tertentu dalam anatomi tubuh, wajah, ekspresi, dan ini tanpa sadar yang hadir dalam karya saya setelah sebelumnya saya tertarik dengan ekspresi topeng, batik, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di Jepang," tutur Kanoko.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR