Nationalgeographic.co.id—Lahan milik petani Yang Zhifa di Tiongkok timur ditutupi oleh pohon buah kesemek dan delima. Pada tahun 1974, saat menggali sumur, sekopnya membentur sesuatu yang keras: sebuah kepala pria. Penggalian itu tidak hanya mengubah hidupnya, tetapi juga sejarah Tiongkok. Temuan kepala itu menjadi awal penggalian sekitar 8.000 prajurit terakota, para penjaga kaisar Qin Shi Huang di akhirat.
Penemuan mausoleum kaisar pencari keabadian, Qin Shi Huang
Jika diamati lebih dekat, Yang melihat bahwa benda itu adalah tanah liat, bukan tulang. Petani itu kemudian memberi tahu otoritas setempat dan selama bulan-bulan berikutnya, para arkeolog Tiongkok membuat penemuan yang mencengangkan.
“Di bawah kebun buah-buahan Yang terdapat pasukan buatan manusia,” tulis Marcos Martinón-Torres di National Geographic. Itu adalah ribuan tentara terakota seukuran manusia dan ratusan patung kuda, bersama dengan kereta perunggu dan senjata.
Patung-patung itu digali kurang dari 1,6 km di sebelah timur tempat peristirahatan terakhir kaisar Qin Shi Huang. Ia dalah kaisar pertama Tiongkok dan salah satu tokoh terpenting dalam sejarah.
Saat ini situs Warisan Dunia UNESCO yang menarik jutaan pengunjung setiap tahun. Kompleks ini dianggap sebagai kompleks penguburan terbesar di dunia, dengan luas lebih dari 16.300 meter persegi.
Empat lubang telah digali. Lubang pertama—sejauh ini yang terbesar—berisi infanteri; lubang kedua berisi pemanah, kereta, infanteri, dan kavaleri, dan mungkin merupakan perkemahan. Lubang ketiga, jauh lebih kecil, berisi pejabat tinggi, dan lubang keempat kosong (ada yang mengira kaisar meninggal sebelum makamnya selesai).
Lebih dari 2.000 prajurit telah ditemukan hingga saat ini, tetapi itu hanya sebagian kecil dari tentara. Jumlah total diyakini sekitar 8.000 prajurit terakota. “Para arkeolog menduga lebih banyak lubang masih belum ditemukan,” tambah Torres.
Setelah dicat dengan warna cerah, patung tersebut mewakili banyak pekerjaan dan pangkat militer serta menampilkan berbagai fitur wajah dan kostum yang berbeda.
Sumber daya yang besar dan tenaga kerja manual yang diperlukan untuk memproduksinya 2.200 tahun. Ini membuat pasukan terakota menjadi ikon global pencapaian artistik dan militer dari Dinasti Qin.
Kaisar pertama Tiongkok yang menyatukan beberapa kerajaan
Lahir dengan nama Zhao Zheng pada 259 Sebelum Masehi, Qin Shi Huang menjadi raja provinsi Qin di usianya yang ke-13.
Pada 221 Sebelum Masehi, ia menaklukkan beberapa provinsi lain dan memproklamasikan dirinya sebagai Qin Shi Huangdi (Kaisar Qin Pertama).
Pemerintahannya yang singkat ditandai dengan kemajuan besar dalam memusatkan kekuasaan serta tindakan tirani. Dia membakukan penulisan, bobot dan ukuran, serta sistem moneter dan hukum.
Selama masa pemerintahannya, pembangunan Tembok Besar yang tersohor dimulai. Kaisar pertama juga terkenal karena membakar buku dan menganiaya para intelektual.
Mausoleum besar untuk sang kaisar
Makam besar yang dibangun untuk dirinya sendiri di dekat Xi'an, Tiongkok. Sumber mengatakan Qin Shi Huang mempekerjakan ratusan ribu orang untuk membangun kompleks dan isinya. Sang kaisar juga mengubah lanskap untuk kompleks penguburannya, seperti jalur sungai yang diubah.
Produksi patung-patung terakota adalah bukti kehebatan logistik dan seni Tiongkok di masa itu. Prajurit berukuran tinggi 1,8 meter dan beratnya sekitar 200 kg. Keindahan prajurit terakota menjadi lebih mengesankan dari dekat. Amati dari dekat, Anda akan menemukan detail gaya rambut, fitur wajah, lipatan pakaian yang realistis, dan sisa-sisa pigmen yang pernah digunakan dalam pewarnaan.
Para sarjana telah lama memperdebatkan metode di balik penciptaan patung-patung itu. Bahkan, eksperimen langsung dilakukan untuk mencoba merekayasa balik proses tersebut.
Yang mengesankan, diperkirakan Qin Shi Huang telah memerintakan pembangunan mausoleum dan isinya sebelum ia mempersatukan Tiongkok dan menjadi kaisar. Semua pekerjaan itu diselesaikan dalam waktu beberapa tahun sebelum kematiannya yaitu pada 210 Sebelum Masehi.
Mencari keabadian
Kaisar pertama menganggap dirinya sebagai penguasa wilayah yang sangat luas dan seorang raja yang menyatukan dunia roh. Sumber tertulis menjelaskan bahwa Qin Shi Huang mencari ramuan untuk memperpanjang hidupnya. “Ia mengirim utusan untuk mencari ramuan tersebut,” Torres menambahkan.
Makam besarnya adalah bukti pencarian keabadian, di mana monumen besar ini akan mengingatkan generasi mendatang akan kebesarannya.
Arkeolog belum menggali gundukan pemakaman kaisar itu sendiri. Untuk membuatnya, para pekerja menggali hingga kedalaman 30 meter. Kemudian membangun sebuah kuburan sebelum menutupinya dengan gundukan berbentuk piramida yang tingginya lebih dari 50 meter. Banyak spekulasi seputar apa yang mungkin ada di dalamnya.
Sejarawan Tiongkok dari abad kedua Sebelum Masehi, Sima Qian, mencatat bahwa jenazah kaisar mungkin dilindungi oleh sungai merkuri dan perangkap untuk menghentikan penyusup.
Desain mausoleum dan bahan yang digunakan menunjukkan keinginannya untuk mengelilingi dirinya dengan apa yang dibutuhkan di akhirat.
Pembangunannya dimaksudkan untuk memperkuat kekuatannya saat masih hidup. Mausoleum merupakan bukti luar biasa dari supremasi kedaulatan baru. Ini menunjukkan sang kaisar mampu memobilisasi semua sumber daya, pekerja, dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk menciptakan sesuatu dalam skala dan kemegahan yang tak tertandingi.
Berita tentang proyek mewah ini mungkin bergema sampai ke batas luar Dinasti Qin Tiongkok. Tidak dapat dibantah jika ini menciptakan aura mistik seorang kaisar yang begitu kaya dan berkuasa. Ia dapat menciptakan pasukan model seukuran aslinya, yang siap untuk selamanya, menghadap ke timur menuju wilayah yang telah dia taklukkan dengan begitu spektakuler.
Bagaimana menyatukan semua sumber daya untuk memproduksi 8.000 prajurit terakota?
Bagaimana menyatukan bahan mentah, pengetahuan, dan tenaga kerja untuk membangun ribuan tentara seukuran aslinya di abad ketiga Sebelum Masehi?
Memproduksi tentara terakota membutuhkan sistem produksi massal standar, bersama dengan manajemen proyek yang sangat efisien.
Studi rekayasa terbalik yang dilakukan oleh tim arkeolog mencoba untuk menciptakan kembali bagaimana artefak ini dibuat. Ini dilakukan berdasarkan analisis ilmiah mereka.
Tim mengusulkan agar tenaga kerja diatur dalam tim yang relatif kecil, bekerja secara paralel untuk menghasilkan bagian-bagian yang terpisah.
Para prajurit tidak diproduksi dan dikumpulkan dalam satu bengkel; sebaliknya, kelompok pengrajin yang terpisah, masing-masing dipimpin oleh seorang master. Kemudian mereka mengumpulkan para prajurit satu per satu, yang setelah dicat, akan dibawa ke lubang makam.
Demikian pula, senjata yang awalnya dipegang oleh prajurit kemungkinan besar dibuat di gudang senjata yang berbeda. Senjata-senjata itu kemudian dikumpulkan dan dipasangkan ke prajurit terakota.
Sering dikatakan tentang pasukan terakota Qin Shi Huang bahwa tidak ada dua sosok yang persis sama. Mungkin sulit untuk percaya bahwa ribuan prajurit semuanya adalah potret individu. Namun itu menunjukkan bahwa upaya besar dilakukan untuk memberikan fitur unik pada setiap patung.
Baca Juga: Selidik Warna Tentara Terakota Penjaga Makam Kaisar Tiongkok
Baca Juga: Apakah Tentara Terakota Tiongkok Terilhami Seniman Patung Yunani Kuno?
Baca Juga: Kisah Kaisar Qin Shi Huang, si Pencari Keabadian yang Bernasib Tragis
Sosok-sosok ini tidak diciptakan untuk mata orang yang hidup. Mereka adalah pejuang untuk mendampingi sang kaisar dalam perjalanan ke akhirat.
“Pengalaman visual pengunjung modern adalah hak istimewa yang bahkan mungkin tidak dialami oleh kaisar sendiri,” ujar Torres.
Setelah menempatkan prajurit dalam formasi, lorong-lorong ini ditutup dengan balok kayu besar, ditutup dengan tikar buluh, dan dikubur di bawah berton-ton tanah.
Terlepas dari keinginan Qin Shi Huang untuk keabadian, kompleks monumental itu menghadapi bahaya sejak awal. Tak lama setelah kematian kaisar, dinasti Qin runtuh, digantikan oleh Han. Dalam kekacauan peralihan itu, terdapat bukti bahwa lubang-lubang tersebut rusak akibat banjir dan kebakaran.
Kaisar Qin Shi Huang mencari keabadian selama 10 tahun terakhir hidupnya. Namun alih-alih berumur panjang, ia bernasib tragis dan meninggal karena menelan pil merkuri. Nampaknya, keabadian yang dia harapkan akhirnya terwujud, namun dalam bentuk lain.
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR